Rabu, 12 Maret 2014

Rasa ini, Diantara Kita.

Sekian lama kita mengenal. Sudah jauh aku mengenal kamu, sampai aku merasa ada secuil rasa yang mulai berkembang antara kita. Ntah apa namanya rasa ini, aku tak ingin menyebutnya cinta. Aku tak ingin rasa ini menjadi racun antara aku dan kamu. Dulu, saat kita berkenalan kamu biasa. Terlihat seperti layaknya lelaki biasa, hanya sedikit berkulit bersih dan bermata sipit.
Aku. Aku gadis keturunan jawa murni, sejak awal aku merasa kurang percaya diri berkulit coklat, tidak memungkiri berkulit putih adalah idaman semua gadis. Tetapi, karena kamu, aku mengerti. Tuhan tidak pernah menilai hambanya, hanya karena kulit tubuhnya.
Sekarang kamu jauh, sudah bekerja menjadi kontraktor diperusahaan kakakmu, setiap hari aku tahu kamu tidak bekerja kantoran, dan tubuhmu selalu berkeringat. Hari ini kita janji bertemu, sudah satu setengah tahun aku tidak melihat wajahmu secara langsung. Seminggu sekali yang kita lakukan hanya bisa video call-an dan membahas pekerjaanmu dan pekerjaanku seminggu itu.
Aku sedang memilih baju, lalu handphone ku berdering.
“Halo assalamualaikum ko?.” Jawabku
“Hei mbakyu, udah siap belum. Aku jemput setengah jam lagi ya? Jangan ngaret ya.”
“Oke, cuma tinggal pake sepatu kok ko.”
“Oke, 5 menit lagi aku otw.”
“Bye..”
Tiba-tiba senyumku melebar, aku tahu aku mulai salah menyukai sahabatku yang sudah hampir 5 tahun menggangapku saudara. Namun, siapa yang mau rasa ini datang? Tidak ada. Semua terjadi tanpa pernah aku menyadari dan menginginkan. Aku menyukai kamu Bas..
----------------------------------------------------------------------
Aku menunggu kamu diteras rumahku, tidak seperti biasanya aku mengikat rambutku. Entah kamu suka apa enggak, aku hanya ingin terlihat beda untuk kali ini.
Suara mobilmu menderu, kemudian berhenti tepat dipinggir jalan depan rumahku. Aku menghampirimu.
“Kamu yang ngaret ya, dasar.” Gerutuku.
“Maaflah, ayok masuk. Aku punya banyak cerita yang mau aku bagi-bagi.”
“Yang namanya Bastian dari dulu gak pernah mau disalahin.”
Aku menggerutu seraya memasuki mobilmu, disepanjang jalan aku terus bercerita tentang teman kerjamu, tempat kost mu, teman sekamarmu dan cerita lucu lainnya, membuatku melupakan kekesalanku diawal pertemuan kita tadi. Tiba-tiba kamu menghentikan mobilmu disebuah halaman rumah, rumah yang bagus.
“Ayok keluar, aku mau tunjukkin sesuatu.” Kamu menarik tanganku, senyuman yang sudah lama tidak aku lihat, dan sekarang terlihat semakin indah melingkar diwajah merahmu. Aku baru menyadari, betapa aku menyukai kamu.
Kamu menyuruhku duduk, rumah ini terlihat kosong tapi bersih.
“Ki. Duduk dulu, nanti aku mau bicara sesuatu.” Ucapmu.
“Santai aja bas, kayak baru kenal aja. Huuu”
“Kirana, kamu masih anggap aku sahabat kamu kan?”
“Kenapa gitu nanyanya?”
“Aku pengen kita gak temenan lagi ki.” Ucapmu, aku tertegun dan tak mengerti maksud dari pembicaraan ini.
“Maafin aku Ki, mungkin aku bukan sahabat yang baik buat kamu, aku udah nutupin sesuatu yang itu harusnya kamu tau daridulu, aku gaktau apa aku ini masih bisa jadi sahabat kamu lagi.” Lanjutmu.
“Kamu kenapa sih Bas?  Kamu bisa ceritain semua ke aku sekarang, gak harus kita pisah atau jadi musuh kan? Kita udah lama gak ketemu dan sekarang kamu mau kita musuhan?”
“Ki, aku suka, aku sayang dengan seseorang. Tapi aku gakmau kamu tau.”
Aku mulai mengerti maksudmu.
“Kamu gak perlu kasih tau aku Bas, kalo itu emang bisa buat kita jauh.”
“Ki, rumah ini aku beli untuk calon aku nanti, aku bilang kan dengan kamu aku suka seseorang.”
“Iyaa bas aku ngerti.” Aku coba tersenyum.
“Aku mau kamu yang nunggu rumah ini, sama aku.”
“Maksudmu bas?.”
“Aku mau kamu jadi pendamping aku, aku sadar kita beda. Dari awal aku ajak kamu temenan aku udah suka sama kamu. Kamu bilang kamu mau punya suami kantoran pas kita kuliah dulu, aku menyesal sekarang kenapa aku gak jadi pegawai kantoran. Aku gaktau kamu bisa nerima aku apa enggak karena aku sadar aku lancang udah ngerusak persahabatan kita, aku cuma udah gak bisa lagi nahan ini, sakit Ki. Aku takut kamu memilih orang lain. Aku mau kamu nikah sama aku? Kamu mau kan Ki?.” Ucapmu, kamu menggengam tanganku, sekarang aku benar-benar menatap kedua bola mata coklatmu, dekat sangat dekat sampai aku tak sadar aku menangis.
“Bas, aku gak pernah bayangin ini terjadi. Aku kira selama ini kamu anggep aku saudara.” Isakku.
“Maaf Ki, aku minta maaf.”
“Bas, kamu tau kenapa aku menangis?” Tanyaku.
“Aku tau Ki, kamu pasti kecewa sama aku. Aku minta maaf.”
“Engga Bas, aku gak kecewa aku bahagia.”
“Maksud kamu Ki?”
“Aku gak tau entah sebesar apa rasa suka kamu sama aku, tapi aku bisa bertaruh kalo aku jauh lebih menyukai kamu. Perasaan aku lebih besar dari perasaan kamu.”
Sekarang, kamu tersenyum. Aku tahu, kita sudah terlalu dekat aku rasa hidungmu sudah menyentuh pipiku.
“Terima kasih Ki.”
“Aku yang berterima kasih, Bastian.”

Wajahmu semakin mendekat, mataku terpejam saat bibirmu menyentuh bibirku. Menyenangkan rasanya, memeluk kamu yang ternyata begitu menginginkanku. Hangat, lebih hangat daripada berselimut ditengah guyuran hujan. Aku baru tahu kalau, jatuh cinta itu begitu indah. Dan aku sedang merasakan itu sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar