Rabu, 26 Maret 2014

Surat Untuk Siwi

Sekilas tentang Siwi.
Pagi yang tidak cukup cerah untuk Siwi, ia menusuri jalan sekitar komplek perumahannya dengan langkah yang gak terlalu bersemangat.
“Jam berapa ini?” gumamnya dalam hati.
Hari ini adalah hari selasa,hari yang cukup buat menguras otak karena hari pelajaran akuntansi 3jam yang di pandu oleh bapak-bapak ompong yang sok tau dan super cerewet!
Siwi melihat lagi jam tam tangannya, sudah menunjukkan pukul 07.15.
Gue terlambat lima belas menit!”

Suara kaki Siwi memecah keheningan di koridor sekolah, pintu-pintu berwarna hijau semua tertutup dengan rapat, beberapa kelas terdengar cukup bising ( mungkin mereka sedang mendapatkan harta jam kosong). Dan Siwi harus lebih mempercepat jalannya.
Permisi buu …..” Siwi gak ngelanjutin kata-katanya.
Oke gue udah lari nyampe hampir putus nyawa dan ternyata guru ompong itu gak ada!

Siwi masih mengatur nafas,  diletakkannya tas disamping bangkunya. Hmmmm, duduk sendiri lagi selalu seperti ini setiap hari. Bahkan sudah hampir satu semester Ia duduk hanya ditemani oleh suara nafasnya sendiri. Siwi melihat sekeliling kelas, semua tampak sibuk dengan temen sebangku mereka masing-masing sedangkan dia hanya mampu menahan kejengkelannya sendiri,
--------------------------------------------------
Namanya Siwi, pemberian orang tuanya tepat 17 tahun yang lalu. Lahir disebuah daerah yang sangat jarang disebut oleh orang-orang, bahkan banyak yang tidak tahu dimana itu. Dari seisi kelas hanya Siwi yang berasal dari luar daerah, awalnya Ia merasa sangat asing disini. Dari cara-cara siswa sekolah ini berpakaian hingga berbicara  sangat sulit awalnya untuk beradaptasi dengan semuanya, namun sekarang mungkin bisa dibilang Ia mulai terbiasa dan gadis itu adalah siswi kelas sebelas yang memilih jurusan IPS dan mendapat kelas IPS yang terujung.
Dibanding teman-temannya, kita gak tahu Ia digolongkan didalam golongan mana. Mungkin juga Ia tidak ada dari semua golongan-golongan ini.
Disekolahnya, ada segerombol gadis yang menggunakan rok super mini dan menamai mereka segerombolan gadis popular, memiliki segalanya. pacar yang tampan, handphone mahal, teman-teman yang setia (padahal paling sering berantem sesama genk), memiliki wajah yang lumayan tapi ada juga yang gak lumayan sama sekali. Hobi banget ngomongin artis luar yang gak tau siapa itu, menjadi manusia-manusia paling ter-update disekolah,  atau memiliki fans-fans adik kelas yang selau mengejar mereka kemanapun mereka melangkah. Haaaa!!!
Ada juga beberapa anak yang selalu membawa catatan pribadi mereka, tidak memiliki banyak teman, tertutup, dan terdepan dalam soal akademik. Rata-rata anak-anak IPA jarang banget negor orang lain, gak terbuka dan biasanya anak-anak disekolah memanggil mereka dengan sebutan ‘orang cupu’.
Tak banyak yang Siwi tahu tentang anak-anak ini, namun yang sangat jelas terlihat bahwa mereka sering mengatasnamakan tugas organisasi demi meninggalkan kelas yang diisi oleh guru-guru menyebalkan. Rata-rata anaknya terbelakang dalam bidang akademik, namun terdepan dalam hal-hal organisasi.

Sedangkan Siwi, seorang gadis yang memiliki rambut ikal sebahu, postur tubuhku tidak begitu bagus, kurus namun tidak seberapa tinggi tapi tidak pendek juga. Tidak memiliki keahlian untuk merias diri, apalagi harus mengurusi penampilannya secara detail dari hal terkecil sampai yang bisa dilihat oleh semua teman-teman di sekolah. Ia juga tidak pintar dalam segala bidang akademik, Siwi sudah memilih jurusan IPS namun tetap saja Ia tidak mampu meraih peringkat 20 besar sedangkan isi kelasnya hanya 28 orang. Disekolahnya terdapat banyak organisai-organisasi, namun taksatupun yang Ia ikuti. Ia lebih memilih untuk merenung dikelas daripada harus bolak-balik keluar kelas demi mengurusi suatu organisasi.

‘teeeeeeeeettt!’
Suara bel melengking dari utara kelas. serentak satu kelas gaduh dan keluar kelas. semua telah memiliki teman untuk diajak kekantin sedangkan Siwi hanya melongo menunggu seseorang akan mengajak kekantin. Dan sayangnya tak ada satupun dari temannya yang melakukan itu.
Ia beranjak dari tempat duduk dan mencari siapa yang mau diajak kekantin sekarang, karena semua cacing yang ada diperutnya sudah tidak mau menunggu lagi.
Terpaksa pergi kekantin sendiri.”
 Tiba-tiba segerombolan anak popular (begitu sih katanya) berjerit.
Ada apa?” tanyanya dalam hati,
Siwi mencoba tak memperdulikan mereka dan tetap saja berjalan kekantin karena  perutnya udah gak bisa diajak bersahabat lagi.
Setibanya dikantin Ia langsung menuju tempat kasir dan memesan kemudian kembali untuk menempati tempat duduk sebelum  kepenuhan dan harus duduk dimeja kasir lagi (Siwi pernah duduk dimeja kasir karena tidak mendapat tempat untuk duduk ).
Semenjak hari itu Ia menjadi pelanggan ibu kantin yang paling setia dan tidak pernah terlambat memesan makanan.

Sudah cukup lama Ia menunggu ibu kantin mengantarkan jatahnya. Dari utara tempat duduknya, tepatnya didepan matanya, Siwi melihat seseorang berjalan kearahnya. Wajahnya tampan bahkan tak dapat diungkapan lagi. Tubuhnya tinggi, tak seberapa putih namun tidak hitam pula. Matanya segaris membentuk setengah lingkaran dan hidungnya hampir menyamai tingginya monas. Sudah dua tahun Siwi bersekolah disini tapi baru sekali Ia bisa mengakui bahwa disekolah ini sekarang punya anak murid yang wajahnya ganteng kayagini.
“Ganteng banget” gumamnya dalam hati.
Tanpa basa-basi dia memilih untuk duduk tepat didepan Siwi. Naluri Siwi sebagai cewek keluar, Ia sadar bagaimanapun cowok itu gak mikirin dia, tapi pasti dia bakal illfeel kalo ngeliat cewek makan dengan rakusnya pas didepan mukanya.
Waduh, makanan gue dateng. Masa iya gue harus makan didepan orang ini, bisa illfeel nih dia .”
“haaa? Apa-apaan sih gue ini? Mau natap gue aja dia belum tentu mau apalagi mau memperhatikan cara makan gue. Peduli gue laper atau nggak. Itu adalah sesuatu yang ga mungkin banget.” kecamnya dalam hati.
Yaa Siwi terpaksa harus tetap makan walau sitampan itu sedang duduk tepat didepannya. Apa pedulinya kan? Bodok amat deh. Pikir Siwi
Laper?” Tanya sitampan. Apa? Cowok itu menegurnya.
Haa? Iya nih”
“oh.” Jawabnya singkat
Cuma begitu jawabannya? Heran deh tampan-tampan tapi irit omongan. Tapi gak apa deng itung-itung bisa diinget suaranya. Siwi meneruskan makannya dan tidak memperdulikan tampan lagi.
--------------------------------------------------
The Story Begin, Cowok Bernama Angga.
Teeeeeeeeeeeeeeeet! Nyanyian bel itu sedikit membuat kuping gue rada sakit, lengkingannya tajam banget.
Gue mempercepat makan untuk kembali kekelas dan kembali sendiri tanpa seorang teman sebangku. Sendiri lagi sendiri lagi --“

Keadaan gue kelas ini lama-lama lebih pantas disebut pasar, keramaian mengisi seluruh ruangan kelas.
Lama-lama gue merasa bosan juga sendiri tanpa teman sebangku, bingung gak ada yang bisa dicontek kalo lagi ulangan, bingung kalo lagi pengen ngobrol, bingung kalo lagi suntuk mau curhat tapi sama siapa. pengen berbagi cerita kalo lagi seneng.
Tiba-tiba lamunan bodoh gue buyar, guru yang akan mengisi kelas masuk dan membawa seorang yang kami sekelas tak ada yang mengenalinya, tapi.. tunggu dulu, itukan cowok yang tadi dikantin itu. Waduh dia ternyata sekolah disini juga, eh maksud gue dia akan bersekolah disini, eh sudah bersekolah disini sekarang dan bahkan sekelas dengan gue. Gue melongo, suatu hal yang sangat nggak gue sangka kalau dia  sekelas dengan gue, dan kini kandidat utama yang akan bersandingan duduknya dengan tampan adalah cuma gue sendiri, karena gak lain gak bukan dikelas ini cuma gue yang gak punya temen duduk.
“Angga, gimana kamu mau masuk kelas yang ini?” Tanya guru itu.
Haah? Pertanyaan yang aneh banget kan? Kenapa harus ditanya dulu dia mau apa enggak masuk kelas ini. Eh nanti dulu sekarang gue udah tau siapa namanya ternyata namanya Angga. Emang Tuhan itu adil, sekian lama setelah gue menanti,setelah 16 tahun menjomblo sekarang yang didepan mata seorang cowok ganteng yang mungkin aja semua cewek satu sekolah dari yang cupu sampe yang paling popular aja setengah mampus iri sama gue kalo gue bisa dapetin hati Angga yang menyimpan segudang pesona itu.
Kamu mau duduk mana Angga?’” Tanya guru itu lagi.
Saya sih maunya duduk didepan pak, supaya gak terlalu jauh kalo mau mandangin guru, tapi berhubung yang kosong cuma itu ya udah deh saya duduk situ aja.” Ucap Angga seraya menunjuk kearah bangku gue.
Kalo kamu mau duduk depan tidak apa-apa, nanti saya akan memindahan salah satu dari murid-murid ini.”
Gak usah pak, makasih yaa?”
Ya udah,silahkan menempati bangku kamu. Semoga kamu nyaman besekolah disini selama satu semester ini yaaa?”
Iya pak,makasih.” Jawab Angga, setelah itu ia berjalan kearah gue.
Ia letakkan tasnya tepat disamping bangku, senyum gue melebar Angga ganteng akan duduk sama gue selama satu semester ini.
Eh lo tadi yang dikantin tadi itukan?” Angga membuka obrolan.
Iyaa, salam kenal ya? Gue Siwi, semoga lo nyaman deh duduk samping gue”
Iya, gueee ….”
Gue udah tau nama lo kok.” Jawab gue memotong omongan Angga tadi.
Sangking menikmati obrolan dengan Angga, gue sampai-sampai gak memperhatikan guru itu berbicara ntah apa yang dibicarakan bapak itu. Gue gak peduli sekarang yang gue peduliin cuma teman sebangku gue yang baru. Yang saat ini sedang menghadap kearah gue dan berbicara dengan gue dan mendengarkan gue bicara.
Lo anak baru yaa Ngga?“ tanyaku padanya
Aneh sih lo nih nanyanya!“ jawab Angga ketus.
Padahal gue cuma basa-basi sekedar membuka obrolan, ketus amat jawabnya.
“Yaelah gue kan cuma basa-basi sekedar buka obrolan. “
Maaf, gue sekolah disini bukan buat dapet temen ngobrol tapi gue sekolah disini supaya gue   bisa nambah ilmu.“
Mampus! Galak banget dia.
Yaudah kalogitu, semoga lo nyaman deh sekolah disini.“
Angga hanya diam, dia gak menjawab omongan gue, bingung sendiri jadinya mungkin karena gue malu jadi selama dikelas gue salah tingkah dan gak bisa diem selama pelajaran ini. Ada-ada aja yang gue lakukan saat ini bernyanyi tapi saat ditengah-tengah lagu tiba-tiba gue lupa, menulis yang gak jelas, tiduran, banyak deh. Dan alhasil, kelakuan gue tadi membuat Angga kesal.
Bisa diem gak sih lo? Salah tingkah amat sih, gue jadi gak konsen mau belajar!“ ucap Angga pelan sekaligus membuat gue malu untuk yang kedua kalinya, gue bener-bener gak bisa berfikir kenapa dia bisa ngomong gitu sama temen yang belum satu hari menjadi teman sebangkunya. Ganteng-ganteng tapi aneh!
--------------------------------------------------
Pelajaran ini rasanya seperti setahun, gue kira gue bisa lebih karuan karena mendapat teman sebangku yang baru justru malah merasa bosan sendiri karenanya, kalau tahu gini gue lebih memilih untuk duduk sendiri walaupun untuk satu tahun kedepan lagi. Yaa itu mungkin lebih baik daripada gue harus duduk dengan Angga yang cueknya amit-amit deh…

Suara bel baru saja berbunyi, wajah-wajah penuh keceriaan mendengar lengkingan bel yang nyaringnya minta ampun berhamburann keluar kelas, aku hanya berjalan lesu menuju halte dengan muka masam.
Lo pulang dengan siapa?“ Tanya seseorang dari belakang. Dan  itu adalah suara Angga.
“Eh elo, gue? Pulang sendirilah, kenapa?“
Gakpapa, pulang bareng gue yaa?” Ucap Angga sambil tersenyum, dan senyumnya manis banget.
Gue? Lo ngajak bareng gue?”
“Iyaa, mau kan? Gue baru disini jadi gue perlu pemandu yang bisa bantuin gue supaya gue gak kesasar, mau?”
Gue gak mungkin ngelakuin hal bodoh dengan menolak ajakan Angga untuk menjadi pemandunya, walaupun cuma dianggep pemandu tapi lumayanlah seenggaknya gue bisa setiap hari deket-deket dia.
Oh gitu, yaudah iyaa. “
Sipp, thank’s yaa?”
gue gak menjawab omongan Angga, kemudian gue dan Angga berjalan menuju halte bis.

Cuaca siang ini cukup panas, sudah hampir satu jam gue dan Angga menunggu disini, keringat gue udah mengucur dari dahi. Sementara Angga hanya duduk dibangku dan terdiam, jauh berbeda saat dia  ngajak gue pulang bareng tadi. Gue jadi bingung dengan perubahan cepat yang terjadi pada sifat anak baru ini, kenapa dia kadang terasa sangat menyebalkan namun kadang terasa sangat menyenangkan? Pertanyaan yang hanya Angga yang tahu jawabannya.

Gue masih menunggu dipojok bangku, menatap matahari yang sekarang sudah digantikan oleh butir-butir air hujan. Angga masih terdiam, tak sekalipun ia menoleh kearah gue.
“Ngga, lo bisu tah?” Ceplos gue.
Enggak. “
Ngomong kek, apa ajak gue ngobrol kek. Tau gini mending gue pulang sendiri deh!”
Pengen banget diajak gue ngobrol? Lo sendiri daritadi gak mau ngajak gue ngobrol kan? Ya, gue kira lo ga mau ngobrol dengan gue!” ucap Angga meninggi
Oh gitu, ya udah! Tau ga sih, lo itu orang paling aneh yang pernah gue tahu!” ucap gue
seraya menjauh dari halte, gue berjalan membelakangi Angga. Dan kini yang gue fikirkan adalah, gue gak akan mau lagi kalau dia minta untuk pulang bareng  untuk yang kedua kali atau untuk seterusnya apalagi harus menjadi pemandu orang aneh itu. Air hujan membuat rambut gue lembab, gue usap air mata gue yang jatuh cuma karena Angga untuk yang keberapa kali.
Adalah Angga penyebab kekacauan ini, perasaan kesal memenuhi seluruh ruang hati gue, yang bisa gue lakukan adalah berjalan kerumah dan menutupi wajah agar gak ada yang melihat kalau gue sedang menangis.
--------------------------------------------------
Gue duduk tepat didepan jendela kamar gue, malam ini langit sangat indah dengan ribuan bintang yang berkumpul disana, gue masih memikirkan kejadian bersama Angga tadi siang, entah apa yang ada dipikiran gue saat ini. Semua kekesalan kepada Angga hilang gitu aja, padahal Angga minta maaf aja enggak dengan gue..
Hari ini hari yang gak bakal gue lupain, bukan karena Angga melakukan sesuatu hal yang membuat gue melayang melainkan membuat gue seperti ingin melayangkan tinjuan padanya.
Sebenernya sifat yang terlalu dingin Dia itu membuat gue penasaran tentang apa yang akan dia lakuin kepada gue besok-besok, gue memikirkan akan sebangku dengannya sampai kenaikan kelas nanti dan gue bakal merasakan siksaan yang setiap hari harus gue terima karena sifatnya yang gak jelas itu, semua angan-angan gue tentang Angga yang tampan dan mempesona berubah menjadi seperti bayangan suram yang akan menghantui gue setiap hari.
“Ngga, kenapa sih lo kayagini sama gue? Gue bingung dengan sikap lo yang suka berubah-ubah kayagitu! Lo ganteng, cakep, pinter dan sempurna tapi sikap dan sifat lo buat gue ngerasa harus ngejauhin lo.. “
--------------------------------------------------


Perubahan Manis.
Gueee kesiangaaaaaaaaaaaaaan lagiiii. Gue berlari menyusuri koridor sekolah, semua pintu tertutup dan gue rasa gue adalah satu-satunya murid yang telat hampir setiap hari, suara langkah gue memecah keheningan sekolah.
Sekarang gue berdiri disamping pintu kelas gue, mencoba mendengarkan siapa saat ini guru yang mengisi kelas pagi ini. Heniing, sepertinya sedang ada guru yang berbicara dalam kelas gue.
Mampus gue! Yaa Tuhan tolong gue, cariin bantalan supaya gue gak kena maarah. “
Do’aku dalam hati, tiba-tiba seseorang membuka pintu kelasku. Dan itu adalah Angga.
Lo telat? Kenapa gak masuk, kita gak ada guru tau.“ Ucapnya dan langsung kembali masuk kekelas.
Hmm, oke thank’s.
Gue yakin Angga tau banget muka gue kusut, masih pagi dan gue udah dibuat jengkel oleh Angga yang aneh itu, gue ngeliat dia udah duduk tepat disamping tempat duduk gue wajahnya tertunduk gue berjalan kearahnya dan dia seperti seolah gak memperdulikan gue ia masih saja menunduk untuk meneruskan bacaannya. Lagi lagi gue harus mengurut dada melihat kelakuan Angga dia sama sekali tidak menoleh ke gue apalagi dia mau meminta maaf atass kejadian yang amat sangat membuat gue murka kepadanya.
Gue berpura-pura tidak memperdulikan dia juga, gue berharap dia sadar apa kesalahan dia kemaren yang hampir membuat gue hampir aja gundulin rambutnya.
  “Hobi amat sih lo berangkat siang!” ucap angga mendadak membuat gue menoleh kearahnya dengan muka penuh keheranan.
Maksud anak gilak ini apa coba?!
  “Terserah guelah!”
Lo gak bisa dibilangin ya? Gue cuma ngajarin lo biar gak kesiangan terus, bosen tau gue punya temen tukang berangkat siang!” Jawab Angga dengan nada marah, mukanya merah kaya
tomat.
“Eh, ya terserah guelah yaa, apa urusan lo, kalo gak suka lo bisa pindah duduk dengan yg lain gue juga gak butuh temen yang tukang ngurusin urusan orang kaya elo!”
Suasana kelas jadi heboh, semua mata anak-anak sekelas tertuju pada gue dan Angga yang masih tatap-tatapan, mereka ngeliat gue dan Angga seolah-olah kaya orang yang udah bertahun-tahun pacaran dan ini adalah kali pertama kami bertengkar, aduhhh gak banget dehh..
Jangan salah sangka dong, males banget deh disanding-sandingin dengan Angga yang punya sifat aneh kaya begitu..
  “Gak usah natap-natap gue, gue benci sama lo!” Ucapku meninggi, aku meraih tasku dan memilih pergi menjauh dari Angga.
  “Lo gak boleh pindah semau mau lo ya! Lo duduk sama gue, jadi lo harus punya aturan!” jawab Angga seraya menarik tangan.
Anak-anak dikelas semakin heran dan ngeliatin gue dan Angga, plis deh tolong jangan anggep gue ada hubungan apa-apa dengan Angga.
  “Gue gak mau ngga! Lo aneh!” Ucap gue meninggi, ucapan gue membuat Angga melepaskan genggamannya. Wajah nya memerah menahan marah, tapi gue lihat ada sedikit kekecewaan diraut muka Angga, tiba-tiba gue merasa bersalah.
            --------------------------------------------------
Gue gak ngerti kenapa Angga tadi bersikap kaya gitu, gue jadi ngerasa bersalah karena mengatakan dia adalah orang yang aneh. Mungkin dia bakal benci sama gue sekarang, tapi itu lebih baik daripada gue harus selalu bertengkar karena hal yang gak penting dengannya.
Gue masih duduk dipojokan kelasku saat bel telah berbunyi, Angga sudah dari awal keluar kelas  dan sekarang pasti dia sedang dikerumunin cewek-cewek diluar kelas.
  “Ayok kekantin sama gue, gue minta maaf sama lo soal tadi pagi. Gue yang salah.” Suara angga membuyarkan lamunan gue, gue gak tahu kenapa dia bisa tiba-tiba ada didepan gue, kapan dia masuk kelas dan minta maaf, gue heran. Tapi gue akuin Angga dewasa banget kali ini.
“Gue gak yakin lu beneran nyesel soal tadi pagi. Tapi yaudahlah, gue juga minta maaf sama lo soal tadi pagi.” Jawab gue dengan nada rendah.
gue dan Angga berjalan menuju kantin, gue bingung harus mulai obrolan dari mana. gue selalu aja salah tingkah bila disandingkan dengan Angga.
Sesampainya dikantin gue dan Angga langsung cari kursi, Angga duduk tepat pas  banget didepan gue. Cewek-cewek yang aku tahu pasti iri dengan gue melihat gue dan Angga dengan tatapan sinis yang mengejek, seolah-olah gue ini seperti itik buruk rupa yang berjalan dengan seorang pangeran.
“Lo mau makan apa wi?” tanya Angga lembut, suaranya tenang dan tatapannya sendu. Ini pertama kalinya gue dengar Angga memanggiku dengan sebutan ‘wi’.
“Engga gue minum aja. Gue masih kenyang kok.”
“Beneran? Yaudah tunggu bentar ya gue pesenin.”
“Hmmm, iya.”
Perubahan Angga yang gue gak tahu kenapa membuat dada gue tiba-tiba berdebar kencang, ini pertama kalinya gue berani menatap mata seorang cowok, kenapa Angga selalu berhasil membuat gue gugup? Apa yang ada didalam diri seorang Angga?
--------------------------------------------------
Angga masih berjalan menuju rumahnya, Ia baru pindah kejakarta satu bulan yang lalu karena orang tuanya terkena mutasi kerja. Ayah dan ibunya memiliki sifat yang keras, dan  mereka menanamkan kepada Angga untuk melakukan semua dengan serius. Mungkin hal ini yang mebuat Angga menjadi begitu kaku kepada orang lain.
“Aku pulang ma.” Ucap Angga seraya berjalan kekamarnya.
“Iya sayang, ganti pakaian dan cepet makan siang ya, mama dan papa masih mau kekantor lagi.” Suara mama Angga terdengar menjauh, mungkin mereka sudah meninggalkan Angga
sendirian dirumah, itu yang mereka lakukan setiap hari.
Angga tidur diranjangnya, matanya sayu menahan kantuk. Ia sedang memikirkaan Siwi teman sebangkunya yang baru ia kenal. Matanya menyipit, bibirmya memebentuk setengah lingkaran. Ia tersenyum memikirkan Siwi.
--------------------------------------------------
Suasana kelas hening, Angga masih duduk dibangkunya saat kelas masih sangat sepi. Matanya tertuju kepada buku yang ia pegang.
“Hai ngga” Ucapku menyapanya.
“Hai, tumben lo berangkat pagi.”
“Yaaa, gue ngantuk banget ini karena bangun kepagian.” Jawab gue
Dikelas waktu semua siswa sedang serius mendengarkan penjelasan guru, sementara mata gue udah berat banget nahan kantuk yang melanda. Gue pangguhkan tangan didagu. Dan gue tertidur.
Rasanya gak nyaman tidur sambil duduk, tapi itu lebih baik dari pada gue harus menahan ngantuk selama dua jam.
“Siwi bangun! Apa-apaan sih lo ini tidur dikelas.”
“Gue ngantuk banget Ngga. Plis jangan ganggu gue tidur”
“Gak bisa, gue gak bisa diemin lo tiur disamping gue. Gue gak suka!” ucapan Angga meninggi.
“Yaa apasih masalahnya Ngga?! Gue gak ganggu lo kan?’
“Jangan tidur dikelas!”
“Kenapa sih Ngga lo selalu ngebentak gue? Kenapa sih lo milih duduk sama gue?
  Kenapa sih Ngga lo ini selalu ngurusin urusan gue?!”
“Gue gak suka lo tidur dikelas!” Angga berteriak, wajahnya merah padam seperti hendak menerkam mangsanya. Gue beranjak dari kursi dan pergi ketoilet.
Sepanjang jalan menuju toilet gue menahan tangis karena Angga.  Kenapa dia selalu membentak gue? Kenapa dia selalu berubah-ubah. Gue benci Angga!
Gue mengurung diri dengan duduk di toilet selama satu jam sampai pelajaran berakhir, mata gue sembab menangisi Angga yang selalu aja membentak gue. Gue gak tahu kenapa Angga begitu kasar, tapi di lain sisi terkadang ia begitu lembut dengan gue. Angga membuat perasaan gue bercampur aduk. Setelah jam pulang menjerit dari office.
Gue berjalan menuju gerbang, kulihat Angga berdiri disana dengan wajah cemas ia melihat kekanan kiri, gue gak tahu apa yang dicarinya dan gue gak mau perduli lagi dengannya. Saat gue masih memandangi Angga, matanya menangkap keberadaan gue, ia langsung berlari kearahku.
“Lo kemana ajasih wi? Gue minta maaf sama lo.” Ucap Angga dengan muka penuh kekhawatiran. Matanya merah hampir menangis.
“ini bukan salah lo Ngga, mulai sekarang gue minta lo jangan urusin urusan gue lagi. Gue mau pulang sekarang.” Jawab gue, gue mulai menjauhi Angga.

Semenjak hari itu gue dan Angga mulai berjauhan, gue sama sekali gak pernah sekalipun menegur Angga. Didalam kelas gue hanya diam dan hanya terkadang Angga ngajak gue ngobrol sekedar bertanya keadaan, namun gue gak mau menjawab.
--------------------------------------------------
Ujian Akhir tiba.
Gue masih memilin-milin rambut gue, gue gelisah memikirkan ujian kenaikan yang sebentar lagi datang. Disaat gue sedang memikirkan ujian, wajah Angga terselip dibenak gue. Gue udah mulai terbiasa dengan keadaan gue yang semakin kesini semakin gak karuan. Ntah ini syndrome apa namanya, gue selalu malas melakukan hal-hal lain selain tidur.
gue melihat kearah jam, sudah terlalu larut malam sekarang. Gue terlelap.
--------------------------------------------------
Hari ini hari selasa, hari dimana gue harus nemuin mata pelajaran yang gak banget. Yaah, yang paling penting adalah gue harus ketemu Angga lagi dan diem-dieman lagi. Semenjak kejadian tidur dikelas yang membuat gue dan Angga menjadi sedikit canggung untuk berbicara satu sama lain, entah lah, mungkin Angga sakit hati dan gakmau bicara lagi dengan gue, tapi gue rasa itu lebih baik daripada gue harus ngomong dan berdebat dengan dia terus menerus.
Sekarang Angga gak pernah berbicara banyak lagi, mungkin hanya sekedar bertanya pelajaran dan itu hanya terjadi setiap pagi dalam satu hari. Ahh, sudahlah bukan waktunya untuk menggalaukan Angga yang aneh itu, lebih baik gue mulai konsentrasi pada ujian akhir semester ini
“Gue kurusan deh kayaknya.” Ucap gue dihadapan cermin sambil membelai pipiku, sekarang ada beberapa jerawat nempel disini, dan hal yang paling keliatan adalah berat badan gue turun, entah kenapa.
--------------------------------------------------
Gue berjalan menuju kelas, gue menunduk menutupi wajah. Tiba-tiba...
“Aduhhh!” Gue terjatuh.
“Sorry, sorry wi gue gak sengaja.”
“Pagi-pagi udah buat gu.....” sekarang gue sedang berhadapan begitu dekat dengan Angga, orang yang barusan saja menabrak gue, matanya berbicara seakan menyesal udah nabrak gue, mungkin hanya sekedar rasa bersalah.
“Oh, elo Ngga, gue kira siapa. Iya gapapa, yaudah gue kekelas duluan ya.” Lanjutku.
“Bareng wi!”.

Jam kosong merupakan kesempatan besar buat murid lain menggaduhi kelas, gue cuma manut dan menopang dagu ditangan, sedikit pusing mendengar kebisingan dikelas ini. Tiba-tiba tersirat Angga dipikiran gue, memikirkan sepasang mata yang Angga miliki, matanya tidak terlalu besar dan baru aku sadari bahwa Angga itu memiliki dua bola mata coklat yang indah, mata yang selalu menatapku dengan tajam. Angga, kenapa dia selalu ada dipikiran gue?
“Nih.” Suara Angga lagi-lagi memecahkan lamunan gue. Gue lihat dia menyodorkan buku.
“Apaan nih Ngga?.” Tanya gue.
“Ini buku catatan gue selama satu semester ini, udah gue copiin buat lo.”
“Ha? Buat apa Ngga? Gue juga punya catetan kok.”
“Gue tahu lo gak pernah nyatet, udah terima aja. Ini juga sebagai permintaan maaf gue buat lo soal tadi pagi.”
“Oke thank’s Ngga.” Jawab gue, Angga tersenyum matanya menyipit.
--------------------------------------------------
Malam tepat sehari sebelum hari ujian tiba, gue masih tiduran dikasur sambil menatap langit kamar. Gue gak ingin memikirkan hal lain selain ujian, tiba-tiba gue teringat akan buku catatan yang Angga berikan tadi siang.
Sebuah buku berwarna hijau, tertulis nama gue lengkap disampulnya. Ini lucu.
Gue mulai membuka halaman pertama, tertulis “Untuk Siwi, temen gue yg paling males. Semoga ujian lo lancar, gue harap ini bisa ngebantu elo J -Angga-“. Gue tersenyum, malam ini Angga terasa sangat dekat dengan gue. Gue rasa Angga, hmm mungkin gue mulai menyukainya. Bukan hal aneh jika gue menyukai Angga, dia laki-laki yang sangat lumayan bahkan tampan menurut banyak gadis disekolah gue. Dan yang paling buat gue tersenyum adalah, gue mulai belajar, karena Angga.

Pagi ini ujian.
“Oke, gue siap! Fighting buat hari ini!”. Ucap gue seraya mengancingkang kancing seragam sekolah gue. Jam sudah menunjukkan pukul 06.00, waktunya berangkat.
Tepat pukul setengah tujuh gue tiba disekolah, sekolah masih sepi dan gue rasa gue kepagian dateng. Gue terlalu bersemengat buat ujian, mungkin jika buku catatan yang gue punya sekarang bukan dari Angga, udah gue tarok-tarok aja kali di rak buku kamar gue.
Langkah kaki gue terdengar menggema, gue masuk kelas dan bener dugaan gue, cuma ada Angga didalem kelas.
“Pagi Wi.” Sapa Angga, Ia hari ini memakai kacamata, tidak terlihat seperti biasanya. Ia terlihat begitu menawan, menurut gue.
“Pagi Ngga, makasih ya buat bukunya. Gue baca kok semalem.”
“Iya kalo elo gak baca berarti elo gak menghargai gue.” Jawab Angga cuek, lagi-lagi dia mengeluarkan sifat menyebalkannya. Gue milih gak jawab omongan Angga, daripada mood gue hancur karena berdebat dengannya.
Gue menaruh tas tepat disamping Angga, gue mulai membaca lagi buku yang Angga beri. Angga menoleh kearah gue kemudian kembali menatap bukunya, gue tahu dia tersenyum walalupun dia berusaha buat nutupin itu dari gue. Gue merasa lega, untuk kali ini gue gak ngecewain dia.
“Wi, gue mau tanya sesuatu?” Angga membuka obrolan lagi.
“Apaan Ngga?”
“Elo, elo pasti benci ya dengan gue?”
Pertanyaan Angga membuatku menoleh kepadanya, mata coklatnya menatapku dalam.
“Gue gak benci elo Ngga, cuma gue ngerasa elo terlalu ngurusin gue. Itu aja.”
“Elo pernah bilang kalo gue aneh, elo bilang elo benci gue.”
“Elo percaya omongan gue? Elo percaya omongan orang yang lagi emosi?” Jawab gue sambil tersenyum, kali ini gue ngerasa gue harus berdebat dengan Angga, tanpa emosi.
“Gue cuma gakmau elo...”
Tiba-tiba seseorang anak memasuki kelas, membuat Angga menghentikan omongannya, gue hanya diam dan ngerti maksud Angga kalo obrolan ini harus udah diakhiri dan gak perlu diketahui orang lain.

Semua anak udah berkumpul dikelas, mereka terlihat was-was dan cemas untuk menghadapi ujian, gue salah satunya sekalipun gue udah belajar semalaman tapi yang namanya orang mau ujian pasti deg-degan. Ujian dimulai gue mulai menjawab pertanyaan satu persatu walaupun gue gak yakin ini benar, tapi gue berusaha dan niat gue adalah gue pengen Angga ngeliat nanti kalo usaha dia udah buatin gue catatan gak akan sia-sia.
--------------------------------------------------
Semua anak berhamburan keluar, terlihat wajah lega diwajah mereka. Ujian udah selesai tinggal menunggu hasilnya nanti. Gue membereskan tas gue, ketika gue mau keluar kelas Angga menarik tangan gue .
“Wi?” Tanya Angga.
“Kenapa Ngga?”
“Pulang bareng ya? Gue janji gue gak bakal nyuekin lo kayak dulu pas pertama kita pulang bareng.”
“Masalah itu udah gue lupain kok, Ngga.”
Gue dan Angga berjalan seiringan keluar gerbang sekolah, selama diperjalanan Angga terdiam, gue inget tadi dia bilang gak mau nyuekin gue, tapi emang Angga gak bisa ditebak.
“Wi, yang tadi pagi.” Angga akhirnya membuka mulutnya.
“Kenapa tadi Ngga?” Ucap gue sambil melirik kearah Angga.
“Elo risih ya karena gue terlalu ngurusin elo?”
“Hmm, iyaa Ngga, mungkin karena dari awal masuk kelas itu gue gak punya temen duduk jadi ya gue selalu ngerasa sendiri, dan pas begitu duduk dengan elo, gue ngerasa elo terlalu ngurusin gue.”
“Apa cara gue salah ya, Wi?”
“Cara apa Ngga?”
“Gue Cuma pengen elo tau, kalo gue ini perhatian dengan elo. Tapi mungkin emang cara dan sifat gue yang salah, gue bukan orang yang lembut Wi. Gue ngerasa kok”
Omongan Angga kali ini benar-benar lain dari biasanya, dia membuat gue ternganga dan gak bisa mengerti maksud dari perkataannya. Tentang dia ingin gue ngerti kalo dia perhatian dengan gue, kalimat ini benar membuat otak gue harus bekerja keras untuk mencernanya.
“Maksudnya Ngga?”
“Nanti pasti elo ngerti maksudnya, gue duluan ya Wi, elo naik bus aja rumah gue sebentar lagi nyampe.”
“Yaudah deh Ngga, sampai ketemu selesai liburan nanti ya.” Jawab gue tersenyum.
Angga membalas senyum gue, kaca matanya sedikit terangkat. Angga benar-benar tampan.
--------------------------------------------------
Liburan gue udah selesai, kali ini gue gak merasa kalau gue menikmati liburan gue semester ini, gue cuma diam dirumah dan menonton TV . Besok hari pertama sekolah dan gue udah kelas dua belas, hampir sebulan gue gak berkomunikasi dengan Angga, sekali rasanya ingin menghubungi Angga, tapi gue baru inget gue gak pernah bertukar nomor handphone dengannya, gue gak tahu akun media sosialnya, yang gue tunggu cuma liburan berakhir, itu saja.

Gue melambaikan tangan kepada ayah, langkah gue sedikit cepat gue terlalu bersemangat buat masuk sekolah hari ini, gue teringat Angga.
Gue menerobos gerombolan anak yang ingin mengetahui peringkat mereka, gue lihat nama gue masuk urutan lima puluh besar walaupun nama gue berada diurutan ke-43, buat pertama kalinya gue masuk urutan lima puluh besar, dan gue lihat nama Angga ada di posisi 28 jauh banget dengan gue, tapi gak masalah seenggaknya kalau nanti Angga melihat pengumuman ini dia pasti tahu kalo gue berusaha mati-matian buat ujian kemarin.
 Gue masih menunggu Angga dikantin, tiba-tiba seseorang memberikan sepucuk surat ke gue.
“Dari siapa nih?” Tanya gue bingung.
“Dari Angga sih katanya, tadi dia nyariin elo didepan kayaknya dia lagi terburu-buru banget deh.”
“Angga? Thank’s ya udah ngasihin ini ke gue.” Jawab gue, kemudian gue bergegas mencari Angga, gue berharap dia masih ada disekolah ini atau belum jauh dari ini. Gue berlari menyusuri seluruh koridor sekolah, bahkan gue menyusuri sampai di perempatan jalan menuju sekolah, tapi usaha gue sia-sia gue gak menemukan Angga disana. Gue membuka surat pemberian dari Angga, disitu tertulis,

Untuk temen gue yang hobi nangis, Siwi  J
Gue ngerasa marah banget dengan orang tua gue waktu gue tahu gue bakal pindah kekota lain lagi, bukan karena gue bosen pindah, tapi karena gue harus jauh dari elo. Gue gak ngerti apa pekerjaan orang tua gue sampe gue harus jadi korban dari mutasi kerja mereka.
Wi.. Dari semenjak kita duduk sebangku gue ngerasa gue memilih orang yang tepat buat jadi partner belajar, tapi elo jauh dari perkiraan gue, elo tukang tidur dikelas dan elo langganan bolos dan prestasi elo juga gak bagus. Itu yang buat gue pengen ngerubah elo , tapi semakin hari gue ngerasa ada yang beda didiri gue, gue tersenyum saat gue ngeliat elo tidur dikelas. Semenjak itu gue yakin, kalo gue sayang dengan elo.
Mungkin cara gue terlalu keras wi, gue cuma pengen elo lebih baik dan saat gue bener-bener ngerasa lo udah berubah dan perasaan gue semakin dalam, gue harus nerima kenyataan mutasi kerja orang tua gue. Gue gak berharep elo tahu gue nangis saat nulis surat ini, tapi hati gue rasanya sakit ninggalin elo wi. Gue gak mau kelihatan cengeng didepan elo. Gue benar-benar sayang dengan elo Wi, untuk pertama kalinya gue jatuh cinta dan untuk pertama kalinya juga gue harus jauh dari orang yang gue sayang.
Maaf Wi kalau gue cuma bisa pamitan lewat surat, gue harep kita bisa ketemu lagi nanti, atau gue yang bakal datengin elo, gue janji Wi. Jangan males belajar Wi, gue sayang elo.
-Angga-
Gue lesu, air mata gue gak ada hentinya menetes membaca surat dari Angga, selama ini kenapa gue gak menangkap maksud Angga, betapa bodohnya gue menyia-nyiakan waktu dulu saat gue masih bisa bersama Angga.
“Siwi bodoh!” gue memukul kepala gue sendiri, gue memeluk erat surat dari Angga, gue gak tahu sekarang dia dimana dan gue harap gue masih punya kesempatan kedua untuk bersama Angga, dan jika waktu itu tiba, gue berjanji gak akan mengulang kebodohan yang sedang aku lakukan sekarang.

Buat Angga, yang selalu jadi semangat gue. Gue bodoh memungkiri kalau gue sayang dengan elo, dan sekarang gue ngerasa menyesal tapi gue tahu itu gak ada guna, gue bakal turutin kemauan elo, gue buktiin gue gak bakal lagi jadi Siwi yang langganan telat dan bolos, supaya nanti saat elo dateng dan gue bisa ngeliat elo tersenyum karena elo udah berhasil merubah gue. Terima Kasih, Ngga. Selamat berjumpa lagi, nanti.