Rabu, 02 Juli 2014

Bella Untuk Kekasihnya

Kamu mendengus, menatap ke luar jendela yang sedari dulu menjadi sinarmu.
Kulitmu menua, bibirmu pun mulai sulit mengungkapkan kata yang ingin kau ucap. Sesekali kau mengusap air mata yang tak pernah berhenti mengaliri kedua pipi kasarmu.
Kamu menunggu, sedari dulu. Katamu, dia akan datang kembali melalui angin dan awan yang setianya menjadi pelipur laramu disepanjang penungguanmu.
Sebuah benda melingkar dijarimu yang menjadi alasanmu untuk menunggunya.
Kamu menjadikan benda tersebut dasar atas kesetiannmu untuk dia yang tak akan lagi kembali menemuimu, kamupun tahu itu.
Kamu sudah melewati 7 kali bulan yang sama disetiap tahun, tetapi kukuhmu tetap tak tergoyah. Kamu tetap memilih menunggu dan setia. Adalah sesuatu yang kau sebut Cinta yang selalu kau ucap saat seseorang memintamu untuk berhenti. Cinta katamu, selalu.
Hanyalah kamu seorang wanita yang menangis bila melihat langit memendung, katamu awan berwarna gelap dan kamu tak mampu menembus kegelapan awan untuk melihat kekasihmu. Dan kamu menangis ditepian jendela itu. Hanyalah kamu seorang wanita yang tersenyum ketika angin memasuki celah jendelamu, katamu angin memasuki tubuhku dan hangat terasa bagaikan pelukan erat kekasihmu, tak masuk akal.
Dulu, pada bulan yang sama 7 tahun yang lalu. Awan dan langit menjadi saksi ketidakberdayaan mu menerima takdir, kamu menangis sejadi-jadimu. Ironis.
Tepat sebulan sebelum dia mengikrarkan janji suci untuk mengambilmu dari keluargamu, Tuhan lebih dulu merebutnya darimu. Katamu, Tuhan lebih dulu mencintainya daripadaku, oleh sebab itu Tuhan lebih dulu pantas memilikinya daripadaku.
Setiap orang yang berada disampingmu berganti memelukmu, kamu tak sedikitpun melewatkan tiap moment dimana kamu melihat dia berwujud untuk terakhir kali, saat itu ribuan bulir air mengaliri kedua pipimu, kamu hancur saat itu.
Setelah itu, kamu berkata bahwa tidak akan ada lagi cinta yang lain yang pantas menempati kehidupannmu lagi, kamu menggenggam erat bundaran emas kecil sambil merengkuh diatas pusaranya.
Katamu cintanya abadi, sejauh mana kamu berumur maka sejauh itu cintanya akan tumbuh dalam dirimu, kamu berkata itu seraya tersenyum dikursi penantianmu.
Sekarang sudah hampir memasuki bulan ke delapan, tetapi kamu tak juga ingin mengakhiri kesetiannmu terhadap awan dan angin-mu. Orang lain pun tak kan mampu meraikmu berdiri meninggalkan kursimu, kamu kukuh dan tak tergoyahkan karena cintamu.
-Bella untuk kekasihnya-