Senin, 22 September 2014

Tulisan Tentang Penantianku dan Penantianmu, Bella.

Bella, ini adalah lembar pertama dari tulisan-tulisanku tentangmu.

Kamu menatap senjamu sore ini, matamu semakin sayu menahan air matamu yang berlomba-lomba mengaliri wajahmu. Bella, tidakkah penantianmu menghancurkan dirimu? Tidakkah kamu merasa bahwa dia yang kamu tunggu tak pula akan datang menemuimu? Bella, mengapa takkau sudahi saja kecintaanmu terhadap awan dan anginmu?

Bella, untuk kekasihmu. Atau untuk awan dan anginmu. Aku tak perduli, persetan dengan apa yang selalu kamu beritahu kepadaku, tentang awanmu yang menaungi kesedihanmu, atau tentang anginmu yang setianya katamu membantumu menghapuskan air matamu. Tak masuk akal bagiku, Bel. Kamu nampak begitu mencintai sesuatu yang takkan lagi pernah lagi menyentuhmu, dan tak pula kamupun mampu menyentuhnya.

Aku sudah menyaksikan pertunjukan bodohmu selama tujuh tahun, akupun bodoh karena menunggumu mengakhiri penantian tentang cinta terakhirmu itu. Bel, bukan aku ingin menggantikan bekas kekasihmu itu, bukan pula aku ingin memintamu untuk mencintaiku. Hanya saja Bel, aku sudah terlalu jenuh menyaksikan kamu terpuruk dan terjatuh dalam cinta semu kekasihmu.

Bel, 6 tahun lalu. Tepatnya saat kamu mulai menceritakan tentang Jo, bekas kekasihmu,dan  aku mulai terluka saat kamu mengaku bahwa kamu menyukainya. Bukan aku ingin membandingkan perasaanku yang sudah 5 tahun aku sembunyikan darimu dan dengan perasaan Jo yang baru 1 bulan kau temui. Hanya saja Bel, aku merasa tak adil karena kamu terlalu mencintai lelaki yang baru saja kamu kenal, sementara aku? Aku menunggumu Bel, 5 tahun, bahkan sejak dirimu masih menggunakan seragam putih biru-mu, dan aku bertahan dengan perasaan yang terpendam dan semakin dalam kepadamu. Ini bukan tentang cemburu yang membara dalam hatiku Bel, ini tentang penantianku yang belum ingin aku sudahi sampai saat ini. Bel, maaf jika aku mengatakan ini kepadamu. Aku mencintaimu.
Maafkan aku Bel, aku bahkan dulu membencimu karena menjadikanku teman berceritamu. Aku dulu membencimu karena kamu menganggap aku menyetujui hubunganmu dengan Jo. Aku membencimu dan Jo, Bel. Dulu.

Bella, lihatlah dirimu. Kamu terlalu muda untuk hancur dalam penjara cinta matimu. Jujur saja, aku ingin sekali menarikmu dari tempatmu, ingin sekali aku memelukmu bahkan Bel, aku sangat ingin mengusap pipimu saat kamu mulai menangisi Jo-mu itu. Aku terluka karena tak bisa melakukan itu. Apa yang bisa kamu dapatkan dari penantian tak jelasmu itu, Bel? Apa yang bisa Angin dan Awanmu berikan untuk menggantikan Jo yang telah lama pergi meninggalkanmu? Apa yang kau harapkan dari seseorang yang takkan pernah lagi menemuimu, tak akan pernah lagi memgang tanganmu, tak akan pernah lagi mengecup keningmu. Tidakkah kau merasa bahwa ini semua hanyalah penantian konyol yang tak berujung???

Hmmm, maafkan aku Bel. Aku mungkin terlalu terbawa emosiku.

Bel, aku tak tahu sekarang apakah kamu sedang membaca tulisanku. Aku tak mengapa jika kamu membenciku karena aku memberikan tulisan ini kepadamu, mungkin aku sudah terlalu kehabisan jalan berpikir karenamu, Bel. Maaf jika aku mengatakan ini lagi, tetapi aku memang mencintaimu Bella.

Aku bahkan ingat saat pertama kali aku merasa menyukaimu. Entah kamu sadar atau tidak, dan entah kamu ingat atau tidak. 11 tahun yang lalu, saat kamu masih menggunakan seragam putih-biru dan aku berseragam putih-abu-abu. Aku mungkin tak mengenalmu jika aku tak berteman dengan Rano, kakakmu. Dan saat itu, entah apa yang ada didalam diriku saat pertama kali aku melihatmu, kamu terlihat begitu indah dan cantik. Aku mungkin terlalu gila karena mencintai bocah SMP yang bahkan masih belum tau apa-apa tentang cinta. Tetapi, ini nyata Bel, aku mulai menyukaimu saat kamu masih sering menangis karena Rano mengganggumu dan kini aku masih saja menyukaimu walau sekarang Rano-lah yang menangis tiap kali melihatmu. Tidakkah kau ingin tahu mengapa aku tak pernah bisa mengungkapkan perasaanku kepadamu, Bel?  Mengapa ya, Bel? Akupun tak tahu jawabannya. Yang aku tahu hanyalah, jantungku berdetak begitu kencang saat aku berhadapan denganmu, keringatmu berlomba mengaliri tubuhku saat kamu menatapku, dan lidahku kelu saat aku berbicara denganmu.

Rano. Kakakmu itu Bel, bahkan Ia tak tahu apapun mengenai perasaan tersembunyiku ini. Bukankah menurutmu aku hebat kan, Bel?

Bella Damara, tulisan ini adalah tulisan pertamaku untukmu. Mungkin nanti akan ada banyak lembar yang akan kutulis tentangmu. Entah kamu membacanya atau tidak. Aku tetap akan melakukannya. Selamat menikmati Awan dan Anginmu, awan dan angin yang meraup sedihmu, yang menutupi lukamu, yang katamu menjadi pelipur dukamu. Nikmatilah sebelum aku menghentikanmu Bel. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar