Sekian
lama kita mengenal. Sudah jauh aku mengenal kamu, sampai aku merasa ada secuil
rasa yang mulai berkembang antara kita. Ntah apa namanya rasa ini, aku tak
ingin menyebutnya cinta. Aku tak ingin rasa ini menjadi racun antara aku dan
kamu. Dulu, saat kita berkenalan kamu biasa. Terlihat seperti layaknya lelaki
biasa, hanya sedikit berkulit bersih dan bermata sipit.
Aku.
Aku gadis keturunan jawa murni, sejak awal aku merasa kurang percaya diri
berkulit coklat, tidak memungkiri berkulit putih adalah idaman semua gadis.
Tetapi, karena kamu, aku mengerti. Tuhan tidak pernah menilai hambanya, hanya
karena kulit tubuhnya.
Sekarang
kamu jauh, sudah bekerja menjadi kontraktor diperusahaan kakakmu, setiap hari
aku tahu kamu tidak bekerja kantoran, dan tubuhmu selalu berkeringat. Hari ini
kita janji bertemu, sudah satu setengah tahun aku tidak melihat wajahmu secara
langsung. Seminggu sekali yang kita lakukan hanya bisa video call-an dan membahas pekerjaanmu dan pekerjaanku seminggu
itu.
Aku
sedang memilih baju, lalu handphone ku berdering.
“Halo
assalamualaikum ko?.” Jawabku
“Hei
mbakyu, udah siap belum. Aku jemput setengah jam lagi ya? Jangan ngaret ya.”
“Oke,
cuma tinggal pake sepatu kok ko.”
“Oke,
5 menit lagi aku otw.”
“Bye..”
Tiba-tiba
senyumku melebar, aku tahu aku mulai salah menyukai sahabatku yang sudah hampir
5 tahun menggangapku saudara. Namun, siapa yang mau rasa ini datang? Tidak ada.
Semua terjadi tanpa pernah aku menyadari dan menginginkan. Aku menyukai kamu
Bas..
----------------------------------------------------------------------
Aku
menunggu kamu diteras rumahku, tidak seperti biasanya aku mengikat rambutku.
Entah kamu suka apa enggak, aku hanya ingin terlihat beda untuk kali ini.
Suara
mobilmu menderu, kemudian berhenti tepat dipinggir jalan depan rumahku. Aku
menghampirimu.
“Kamu
yang ngaret ya, dasar.” Gerutuku.
“Maaflah,
ayok masuk. Aku punya banyak cerita yang mau aku bagi-bagi.”
“Yang
namanya Bastian dari dulu gak pernah mau disalahin.”
Aku
menggerutu seraya memasuki mobilmu, disepanjang jalan aku terus bercerita
tentang teman kerjamu, tempat kost mu, teman sekamarmu dan cerita lucu lainnya,
membuatku melupakan kekesalanku diawal pertemuan kita tadi. Tiba-tiba kamu
menghentikan mobilmu disebuah halaman rumah, rumah yang bagus.
“Ayok
keluar, aku mau tunjukkin sesuatu.” Kamu menarik tanganku, senyuman yang sudah
lama tidak aku lihat, dan sekarang terlihat semakin indah melingkar diwajah
merahmu. Aku baru menyadari, betapa aku menyukai kamu.
Kamu
menyuruhku duduk, rumah ini terlihat kosong tapi bersih.
“Ki.
Duduk dulu, nanti aku mau bicara sesuatu.” Ucapmu.
“Santai
aja bas, kayak baru kenal aja. Huuu”
“Kirana,
kamu masih anggap aku sahabat kamu kan?”
“Kenapa
gitu nanyanya?”
“Aku
pengen kita gak temenan lagi ki.” Ucapmu, aku tertegun dan tak mengerti maksud
dari pembicaraan ini.
“Maafin
aku Ki, mungkin aku bukan sahabat yang baik buat kamu, aku udah nutupin sesuatu
yang itu harusnya kamu tau daridulu, aku gaktau apa aku ini masih bisa jadi
sahabat kamu lagi.” Lanjutmu.
“Kamu
kenapa sih Bas? Kamu bisa ceritain semua
ke aku sekarang, gak harus kita pisah atau jadi musuh kan? Kita udah lama gak
ketemu dan sekarang kamu mau kita musuhan?”
“Ki,
aku suka, aku sayang dengan seseorang. Tapi aku gakmau kamu tau.”
Aku
mulai mengerti maksudmu.
“Kamu
gak perlu kasih tau aku Bas, kalo itu emang bisa buat kita jauh.”
“Ki,
rumah ini aku beli untuk calon aku nanti, aku bilang kan dengan kamu aku suka
seseorang.”
“Iyaa
bas aku ngerti.” Aku coba tersenyum.
“Aku
mau kamu yang nunggu rumah ini, sama aku.”
“Maksudmu
bas?.”
“Aku
mau kamu jadi pendamping aku, aku sadar kita beda. Dari awal aku ajak kamu
temenan aku udah suka sama kamu. Kamu bilang kamu mau punya suami kantoran pas
kita kuliah dulu, aku menyesal sekarang kenapa aku gak jadi pegawai kantoran.
Aku gaktau kamu bisa nerima aku apa enggak karena aku sadar aku lancang udah
ngerusak persahabatan kita, aku cuma udah gak bisa lagi nahan ini, sakit Ki.
Aku takut kamu memilih orang lain. Aku mau kamu nikah sama aku? Kamu mau kan
Ki?.” Ucapmu, kamu menggengam tanganku, sekarang aku benar-benar menatap kedua
bola mata coklatmu, dekat sangat dekat sampai aku tak sadar aku menangis.
“Bas,
aku gak pernah bayangin ini terjadi. Aku kira selama ini kamu anggep aku
saudara.” Isakku.
“Maaf
Ki, aku minta maaf.”
“Bas,
kamu tau kenapa aku menangis?” Tanyaku.
“Aku
tau Ki, kamu pasti kecewa sama aku. Aku minta maaf.”
“Engga
Bas, aku gak kecewa aku bahagia.”
“Maksud
kamu Ki?”
“Aku
gak tau entah sebesar apa rasa suka kamu sama aku, tapi aku bisa bertaruh kalo
aku jauh lebih menyukai kamu. Perasaan aku lebih besar dari perasaan kamu.”
Sekarang,
kamu tersenyum. Aku tahu, kita sudah terlalu dekat aku rasa hidungmu sudah
menyentuh pipiku.
“Terima
kasih Ki.”
“Aku
yang berterima kasih, Bastian.”
Wajahmu
semakin mendekat, mataku terpejam saat bibirmu menyentuh bibirku. Menyenangkan
rasanya, memeluk kamu yang ternyata begitu menginginkanku. Hangat, lebih hangat
daripada berselimut ditengah guyuran hujan. Aku baru tahu kalau, jatuh cinta
itu begitu indah. Dan aku sedang merasakan itu sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar