Sekilas tentang Siwi.
Pagi
yang tidak cukup cerah untuk Siwi, ia
menusuri jalan sekitar komplek perumahannya dengan langkah yang gak terlalu
bersemangat.
“Jam
berapa ini?” gumamnya dalam hati.
Hari
ini adalah hari selasa,hari yang cukup buat
menguras otak karena hari pelajaran akuntansi 3jam yang di pandu oleh
bapak-bapak ompong yang sok tau dan super cerewet!
Siwi
melihat lagi jam tam tangannya, sudah menunjukkan pukul 07.15.
“Gue terlambat lima belas menit!”
Suara kaki Siwi memecah keheningan
di koridor sekolah, pintu-pintu berwarna hijau semua tertutup dengan rapat, beberapa
kelas terdengar cukup bising ( mungkin mereka sedang mendapatkan harta jam
kosong). Dan Siwi harus lebih
mempercepat jalannya.
“Permisi
buu …..” Siwi gak ngelanjutin kata-katanya.
“Oke gue udah lari nyampe hampir putus nyawa dan ternyata
guru ompong itu gak ada! “
Siwi masih mengatur nafas, diletakkannya tas disamping bangkunya. Hmmmm, duduk
sendiri lagi selalu seperti ini setiap hari. Bahkan sudah hampir satu semester
Ia duduk hanya ditemani oleh suara nafasnya sendiri. Siwi melihat sekeliling
kelas, semua tampak sibuk dengan temen sebangku mereka masing-masing sedangkan
dia hanya mampu menahan kejengkelannya sendiri,
--------------------------------------------------
Namanya Siwi, pemberian orang tuanya
tepat 17 tahun yang lalu. Lahir disebuah daerah yang sangat jarang disebut oleh
orang-orang, bahkan banyak yang tidak tahu dimana itu. Dari seisi kelas hanya
Siwi yang berasal dari luar daerah, awalnya Ia merasa sangat asing disini. Dari
cara-cara siswa sekolah ini berpakaian hingga berbicara sangat sulit awalnya untuk beradaptasi dengan
semuanya, namun sekarang mungkin bisa dibilang Ia mulai terbiasa dan gadis itu
adalah siswi kelas sebelas yang memilih jurusan IPS dan mendapat kelas IPS yang
terujung.
Dibanding teman-temannya, kita gak
tahu Ia digolongkan didalam golongan mana. Mungkin juga Ia tidak ada dari semua
golongan-golongan ini.
Disekolahnya, ada segerombol gadis
yang menggunakan rok super mini dan menamai mereka segerombolan gadis popular, memiliki
segalanya. pacar yang tampan, handphone mahal, teman-teman yang setia (padahal
paling sering berantem sesama genk), memiliki wajah yang lumayan tapi ada juga
yang gak lumayan sama sekali. Hobi banget ngomongin artis luar yang gak tau
siapa itu, menjadi manusia-manusia paling ter-update disekolah, atau memiliki fans-fans adik kelas yang selau
mengejar mereka kemanapun mereka melangkah. Haaaa!!!
Ada juga beberapa anak yang selalu
membawa catatan pribadi mereka, tidak memiliki banyak teman, tertutup, dan
terdepan dalam soal akademik. Rata-rata anak-anak IPA jarang banget negor orang
lain, gak terbuka dan biasanya anak-anak disekolah memanggil mereka dengan
sebutan ‘orang cupu’.
Tak banyak yang Siwi tahu tentang
anak-anak ini, namun yang sangat jelas terlihat bahwa mereka sering
mengatasnamakan tugas organisasi demi meninggalkan kelas yang diisi oleh
guru-guru menyebalkan. Rata-rata anaknya terbelakang dalam bidang akademik, namun
terdepan dalam hal-hal organisasi.
Sedangkan Siwi, seorang gadis yang
memiliki rambut ikal sebahu, postur tubuhku tidak begitu bagus, kurus namun
tidak seberapa tinggi tapi tidak pendek juga. Tidak memiliki keahlian untuk
merias diri, apalagi harus mengurusi penampilannya secara detail dari hal
terkecil sampai yang bisa dilihat oleh semua teman-teman di sekolah. Ia juga
tidak pintar dalam segala bidang akademik, Siwi sudah memilih jurusan IPS namun
tetap saja Ia tidak mampu meraih peringkat 20 besar sedangkan isi kelasnya
hanya 28 orang. Disekolahnya terdapat banyak organisai-organisasi, namun
taksatupun yang Ia ikuti. Ia lebih memilih untuk merenung dikelas daripada
harus bolak-balik keluar kelas demi mengurusi suatu organisasi.
‘teeeeeeeeettt!’
Suara bel melengking dari utara
kelas. serentak satu kelas gaduh dan keluar kelas. semua telah memiliki teman
untuk diajak kekantin sedangkan Siwi hanya melongo menunggu seseorang akan
mengajak kekantin. Dan sayangnya tak ada satupun dari temannya yang melakukan
itu.
Ia beranjak dari tempat duduk dan
mencari siapa yang mau diajak kekantin sekarang, karena semua cacing yang ada diperutnya sudah
tidak mau menunggu lagi.
“Terpaksa
pergi kekantin sendiri.”
Tiba-tiba segerombolan anak popular (begitu
sih katanya) berjerit.
“Ada apa?”
tanyanya dalam hati,
Siwi mencoba tak memperdulikan
mereka dan tetap saja berjalan kekantin karena
perutnya udah gak bisa diajak bersahabat lagi.
Setibanya dikantin Ia langsung
menuju tempat kasir dan memesan kemudian kembali untuk menempati tempat duduk
sebelum kepenuhan dan harus duduk dimeja
kasir lagi (Siwi pernah duduk dimeja kasir karena tidak mendapat tempat untuk
duduk ).
Semenjak hari itu Ia menjadi
pelanggan ibu kantin yang paling setia dan tidak pernah terlambat memesan makanan.
Sudah cukup lama Ia menunggu ibu
kantin mengantarkan jatahnya. Dari utara tempat duduknya, tepatnya didepan
matanya, Siwi melihat seseorang berjalan kearahnya. Wajahnya tampan bahkan tak
dapat diungkapan lagi. Tubuhnya tinggi, tak seberapa putih namun tidak hitam
pula. Matanya segaris membentuk setengah lingkaran dan hidungnya hampir
menyamai tingginya monas. Sudah dua tahun Siwi bersekolah disini tapi baru
sekali Ia bisa mengakui bahwa disekolah ini sekarang punya anak murid yang
wajahnya ganteng kayagini.
“Ganteng banget” gumamnya dalam hati.
Tanpa basa-basi dia memilih untuk
duduk tepat didepan Siwi. Naluri Siwi sebagai cewek
keluar, Ia sadar bagaimanapun cowok itu gak mikirin dia, tapi pasti dia bakal
illfeel kalo ngeliat cewek makan dengan rakusnya pas didepan mukanya.
“Waduh, makanan gue dateng. Masa iya gue harus makan
didepan orang ini, bisa illfeel nih dia .”
“haaa? Apa-apaan sih gue ini? Mau natap gue aja dia belum tentu mau apalagi
mau memperhatikan cara makan gue.
Peduli gue
laper atau nggak.
Itu adalah sesuatu yang ga mungkin banget.” kecamnya dalam hati.
Yaa Siwi terpaksa harus tetap makan
walau sitampan itu sedang duduk tepat didepannya. Apa pedulinya kan ? Bodok amat deh.
Pikir Siwi
“Laper?”
Tanya sitampan. Apa? Cowok itu menegurnya.
“Haa?
Iya nih”
“oh.” Jawabnya singkat
Cuma begitu jawabannya? Heran deh
tampan-tampan tapi irit omongan. Tapi gak apa deng itung-itung bisa diinget suaranya. Siwi meneruskan makannya
dan tidak
memperdulikan tampan lagi.
--------------------------------------------------
The Story Begin, Cowok Bernama Angga.
Teeeeeeeeeeeeeeeet! Nyanyian bel itu
sedikit membuat kuping gue rada
sakit, lengkingannya tajam
banget.
Gue mempercepat makan untuk kembali
kekelas dan kembali sendiri tanpa seorang teman sebangku. Sendiri lagi sendiri
lagi --“
Keadaan gue kelas ini lama-lama lebih pantas
disebut pasar, keramaian mengisi seluruh ruangan kelas.
Lama-lama gue merasa bosan juga sendiri tanpa teman sebangku,
bingung gak ada yang bisa dicontek kalo lagi ulangan, bingung kalo lagi pengen
ngobrol, bingung kalo lagi suntuk mau curhat tapi sama siapa. pengen berbagi
cerita kalo lagi seneng.
Tiba-tiba lamunan bodoh gue buyar, guru yang akan mengisi kelas masuk dan membawa seorang yang kami
sekelas tak ada yang mengenalinya, tapi.. tunggu dulu, itukan cowok yang tadi dikantin itu. Waduh
dia ternyata sekolah disini juga, eh maksud gue
dia akan bersekolah disini, eh sudah bersekolah disini sekarang dan bahkan
sekelas dengan gue. Gue melongo,
suatu hal yang sangat nggak gue sangka
kalau dia sekelas dengan gue, dan kini kandidat utama yang akan
bersandingan duduknya dengan tampan adalah cuma gue
sendiri, karena gak lain gak bukan dikelas ini cuma gue yang gak punya temen duduk.
“Angga, gimana kamu mau masuk kelas
yang ini?” Tanya guru itu.
Haah? Pertanyaan yang aneh banget
kan? Kenapa harus ditanya dulu dia mau apa enggak masuk kelas ini. Eh nanti dulu sekarang gue udah tau siapa namanya ternyata namanya Angga.
Emang Tuhan itu adil, sekian lama setelah gue
menanti,setelah 16 tahun menjomblo sekarang yang didepan mata seorang cowok
ganteng yang mungkin aja semua cewek satu sekolah dari yang cupu sampe yang
paling popular aja setengah mampus iri sama gue
kalo gue bisa
dapetin hati Angga yang menyimpan segudang pesona itu.
“Kamu
mau duduk mana Angga?’” Tanya guru itu lagi.
“Saya
sih maunya duduk didepan pak, supaya
gak terlalu jauh kalo mau mandangin guru, tapi berhubung yang kosong cuma itu ya udah deh
saya duduk situ aja.” Ucap Angga seraya menunjuk kearah bangku gue.
“Kalo
kamu mau duduk depan tidak apa-apa, nanti
saya akan memindahan salah satu dari murid-murid ini.”
“Gak
usah pak, makasih yaa?”
“Ya
udah,silahkan menempati bangku kamu. Semoga kamu nyaman besekolah disini selama
satu semester ini yaaa?”
“Iya
pak,makasih.” Jawab Angga, setelah itu ia berjalan kearah gue.
Ia letakkan tasnya tepat disamping
bangku, senyum gue melebar
Angga ganteng akan duduk sama gue selama satu
semester ini.
“Eh
lo tadi yang dikantin tadi itukan?” Angga membuka obrolan.
“Iyaa,
salam kenal ya? Gue Siwi, semoga lo nyaman deh duduk samping gue”
“Iya,
gueee ….”
“Gue
udah tau nama lo kok.” Jawab gue memotong
omongan Angga tadi.
Sangking menikmati obrolan dengan
Angga, gue sampai-sampai gak memperhatikan guru itu berbicara ntah apa
yang dibicarakan bapak itu. Gue gak peduli
sekarang yang gue peduliin cuma
teman sebangku gue yang baru. Yang saat ini sedang
menghadap kearah gue dan berbicara dengan gue dan mendengarkan gue
bicara.
“Lo
anak baru yaa Ngga?“ tanyaku padanya
“Aneh
sih lo nih nanyanya!“ jawab Angga ketus.
Padahal gue cuma basa-basi sekedar membuka
obrolan, ketus amat jawabnya.
“Yaelah gue kan cuma basa-basi sekedar buka
obrolan. “
“Maaf,
gue sekolah disini bukan buat dapet temen ngobrol tapi gue sekolah disini
supaya gue bisa nambah ilmu.“
Mampus! Galak banget dia.
“Yaudah
kalogitu, semoga lo nyaman deh sekolah disini.“
Angga hanya diam, dia gak menjawab
omongan gue, bingung
sendiri jadinya mungkin karena gue malu jadi selama dikelas gue salah tingkah dan gak bisa diem selama pelajaran ini. Ada-ada aja yang gue lakukan saat ini bernyanyi tapi saat
ditengah-tengah lagu tiba-tiba gue lupa,
menulis yang gak jelas, tiduran, banyak deh. Dan alhasil, kelakuan
gue tadi membuat Angga kesal.
“Bisa
diem gak sih lo? Salah tingkah amat sih, gue jadi gak konsen mau belajar!“ ucap
Angga pelan sekaligus membuat gue malu untuk yang
kedua kalinya, gue bener-bener gak
bisa berfikir kenapa dia bisa ngomong gitu sama temen yang belum satu hari
menjadi teman sebangkunya. Ganteng-ganteng tapi aneh!
--------------------------------------------------
Pelajaran ini rasanya seperti
setahun, gue kira gue bisa lebih karuan
karena mendapat teman sebangku yang
baru justru malah merasa bosan sendiri karenanya, kalau tahu gini gue lebih memilih untuk duduk sendiri
walaupun untuk satu tahun kedepan lagi. Yaa itu mungkin lebih baik daripada gue harus duduk dengan Angga yang cueknya amit-amit
deh…
Suara bel baru saja berbunyi,
wajah-wajah penuh keceriaan mendengar
lengkingan bel yang nyaringnya minta ampun berhamburann keluar kelas, aku hanya
berjalan lesu menuju halte dengan muka masam.
“Lo
pulang dengan siapa?“ Tanya seseorang dari
belakang. Dan itu adalah suara Angga.
“Eh elo, gue? Pulang sendirilah, kenapa?“
“Gakpapa,
pulang bareng gue yaa?” Ucap Angga sambil
tersenyum, dan senyumnya manis banget.
“Gue?
Lo ngajak bareng gue?”
“Iyaa, mau kan? Gue baru disini jadi gue perlu
pemandu yang bisa bantuin gue supaya gue gak kesasar, mau?”
Gue gak mungkin ngelakuin hal bodoh dengan menolak
ajakan Angga untuk menjadi pemandunya, walaupun cuma dianggep pemandu tapi
lumayanlah seenggaknya gue bisa setiap hari
deket-deket dia.
“Oh
gitu, yaudah iyaa. “
“Sipp,
thank’s yaa?”
gue gak
menjawab omongan Angga, kemudian gue
dan Angga berjalan menuju halte bis.
Cuaca siang ini cukup panas, sudah
hampir satu jam gue dan Angga menunggu
disini, keringat gue udah mengucur
dari dahi. Sementara Angga hanya duduk dibangku dan terdiam, jauh berbeda saat
dia ngajak gue
pulang bareng tadi. Gue
jadi bingung dengan perubahan cepat yang terjadi pada sifat anak baru ini,
kenapa dia kadang terasa sangat menyebalkan namun kadang terasa sangat menyenangkan?
Pertanyaan yang hanya Angga yang tahu jawabannya.
Gue masih menunggu dipojok bangku, menatap matahari
yang sekarang sudah digantikan oleh butir-butir air hujan. Angga masih terdiam,
tak sekalipun ia menoleh kearah gue.
“Ngga, lo bisu tah?” Ceplos gue.
“Enggak.
“
“Ngomong
kek, apa ajak gue ngobrol kek. Tau gini mending gue pulang sendiri deh!”
“Pengen banget diajak gue ngobrol? Lo sendiri daritadi gak mau ngajak
gue ngobrol kan? Ya, gue kira lo ga mau ngobrol dengan gue!” ucap
Angga meninggi
“Oh
gitu, ya udah! Tau ga sih, lo itu orang paling aneh yang pernah gue tahu!” ucap gue
seraya menjauh dari halte, gue berjalan membelakangi Angga. Dan kini yang gue fikirkan adalah, gue
gak akan mau lagi kalau dia minta untuk pulang bareng untuk yang kedua kali atau untuk seterusnya
apalagi harus menjadi pemandu orang aneh
itu. Air hujan membuat rambut gue lembab, gue usap air mata gue yang jatuh cuma karena Angga untuk yang keberapa kali.
Adalah Angga penyebab kekacauan ini,
perasaan kesal memenuhi seluruh ruang hati gue, yang bisa gue lakukan adalah berjalan kerumah dan
menutupi wajah agar gak ada yang melihat
kalau gue sedang menangis.
--------------------------------------------------
Gue duduk tepat didepan
jendela kamar gue, malam ini
langit sangat indah dengan ribuan bintang yang berkumpul disana, gue masih memikirkan kejadian bersama Angga tadi
siang, entah apa yang ada dipikiran gue saat ini.
Semua kekesalan kepada Angga hilang gitu aja, padahal Angga minta maaf aja
enggak dengan gue..
Hari ini hari yang gak bakal gue lupain, bukan karena Angga melakukan sesuatu
hal yang membuat gue melayang
melainkan membuat gue seperti
ingin melayangkan tinjuan padanya.
Sebenernya sifat yang terlalu dingin
Dia itu membuat gue penasaran tentang apa yang akan dia lakuin
kepada gue
besok-besok, gue memikirkan
akan sebangku dengannya sampai kenaikan kelas nanti dan gue bakal merasakan siksaan yang setiap hari harus gue terima karena sifatnya yang gak jelas itu, semua angan-angan gue tentang Angga yang tampan dan
mempesona berubah menjadi
seperti bayangan suram yang akan menghantui gue
setiap hari.
“Ngga, kenapa sih lo kayagini sama
gue? Gue bingung dengan sikap lo yang suka berubah-ubah kayagitu! Lo ganteng,
cakep, pinter dan sempurna tapi sikap dan sifat lo buat gue ngerasa harus
ngejauhin lo.. “
--------------------------------------------------
Perubahan Manis.
Gueee kesiangaaaaaaaaaaaaaan lagiiii. Gue berlari menyusuri koridor sekolah, semua pintu
tertutup dan gue rasa gue adalah
satu-satunya murid yang telat hampir setiap hari, suara langkah gue memecah
keheningan sekolah.
Sekarang gue berdiri disamping pintu kelas gue, mencoba mendengarkan siapa saat
ini guru yang mengisi kelas pagi ini. Heniing, sepertinya sedang ada guru yang
berbicara dalam kelas gue.
“Mampus
gue! Yaa Tuhan tolong gue, cariin bantalan supaya gue gak kena maarah. “
Do’aku dalam hati, tiba-tiba
seseorang membuka pintu kelasku. Dan itu adalah Angga.
“Lo
telat? Kenapa gak masuk, kita gak ada guru tau.“ Ucapnya
dan langsung kembali masuk kekelas.
“Hmm, oke thank’s.”
Gue yakin Angga tau
banget muka gue kusut, masih pagi dan gue udah dibuat jengkel oleh Angga yang aneh
itu, gue ngeliat dia udah duduk tepat disamping
tempat duduk gue wajahnya
tertunduk gue berjalan kearahnya
dan dia seperti seolah gak memperdulikan gue ia masih saja menunduk untuk meneruskan
bacaannya. Lagi lagi gue harus mengurut
dada melihat kelakuan Angga dia sama sekali tidak menoleh ke gue apalagi dia mau meminta maaf atass kejadian yang amat sangat membuat gue
murka kepadanya.
Gue berpura-pura tidak memperdulikan
dia juga, gue berharap dia sadar apa kesalahan dia kemaren yang hampir membuat gue hampir aja gundulin rambutnya.
“Hobi
amat sih lo berangkat siang!” ucap angga mendadak membuat gue
menoleh kearahnya dengan muka penuh keheranan.
Maksud anak gilak
ini apa coba?!
“Terserah
guelah!”
“Lo
gak bisa dibilangin ya? Gue cuma ngajarin lo biar gak kesiangan terus, bosen
tau gue punya temen tukang berangkat siang!” Jawab
Angga dengan nada marah, mukanya merah kaya
tomat.
“Eh, ya
terserah guelah yaa, apa urusan lo, kalo gak suka lo bisa pindah duduk dengan
yg lain gue juga gak butuh temen yang tukang ngurusin urusan orang kaya elo!”
Suasana kelas jadi
heboh, semua mata anak-anak sekelas tertuju pada gue
dan Angga yang masih tatap-tatapan, mereka ngeliat gue dan Angga seolah-olah kaya orang yang udah
bertahun-tahun pacaran dan ini adalah kali pertama kami bertengkar, aduhhh gak
banget dehh..
Jangan salah sangka
dong, males banget deh
disanding-sandingin dengan Angga yang punya sifat aneh kaya begitu..
“Gak
usah natap-natap gue, gue benci sama lo!” Ucapku meninggi, aku meraih tasku dan
memilih pergi menjauh dari Angga.
“Lo
gak boleh pindah semau mau lo ya! Lo duduk sama gue, jadi lo harus punya aturan!” jawab Angga seraya
menarik tangan.
Anak-anak
dikelas semakin heran dan ngeliatin gue dan Angga, plis deh tolong jangan
anggep gue ada hubungan apa-apa dengan Angga.
“Gue gak mau ngga! Lo aneh!” Ucap gue
meninggi, ucapan gue membuat Angga melepaskan genggamannya. Wajah nya memerah
menahan marah, tapi gue lihat ada sedikit kekecewaan diraut muka Angga,
tiba-tiba gue merasa bersalah.
--------------------------------------------------
Gue gak ngerti
kenapa Angga tadi bersikap kaya gitu, gue jadi ngerasa bersalah karena
mengatakan dia adalah orang yang aneh. Mungkin dia bakal benci sama gue
sekarang, tapi itu lebih baik daripada gue harus selalu bertengkar karena hal
yang gak penting dengannya.
Gue masih duduk
dipojokan kelasku saat bel telah berbunyi, Angga sudah dari awal keluar
kelas dan sekarang pasti dia sedang
dikerumunin cewek-cewek diluar kelas.
“Ayok kekantin sama gue, gue minta maaf sama
lo soal tadi pagi. Gue yang salah.” Suara angga membuyarkan lamunan gue, gue
gak tahu kenapa dia bisa tiba-tiba ada didepan gue, kapan dia masuk kelas dan
minta maaf, gue heran. Tapi gue akuin Angga dewasa banget kali ini.
“Gue gak yakin lu beneran
nyesel soal tadi pagi. Tapi yaudahlah, gue juga minta maaf sama lo soal tadi
pagi.” Jawab gue dengan nada rendah.
gue dan Angga berjalan
menuju kantin, gue bingung harus mulai obrolan dari mana. gue selalu aja salah
tingkah bila disandingkan dengan Angga.
Sesampainya dikantin gue
dan Angga langsung cari kursi, Angga duduk tepat pas banget didepan gue. Cewek-cewek yang aku tahu
pasti iri dengan gue melihat gue dan Angga dengan tatapan sinis yang mengejek,
seolah-olah gue ini seperti itik buruk rupa yang berjalan dengan seorang
pangeran.
“Lo mau makan apa wi?”
tanya Angga lembut, suaranya tenang dan tatapannya sendu. Ini pertama kalinya
gue dengar Angga memanggiku dengan sebutan ‘wi’.
“Engga gue minum aja. Gue
masih kenyang kok.”
“Beneran? Yaudah tunggu
bentar ya gue pesenin.”
“Hmmm, iya.”
Perubahan Angga yang gue gak
tahu kenapa membuat dada gue tiba-tiba berdebar kencang, ini pertama kalinya gue
berani menatap mata seorang cowok, kenapa Angga selalu berhasil membuat gue
gugup? Apa yang ada didalam diri seorang Angga?
--------------------------------------------------
Angga masih berjalan menuju
rumahnya, Ia baru pindah kejakarta satu bulan yang lalu karena orang tuanya
terkena mutasi kerja. Ayah dan ibunya memiliki sifat yang keras, dan mereka menanamkan kepada Angga untuk
melakukan semua dengan serius. Mungkin hal ini yang mebuat Angga menjadi begitu
kaku kepada orang lain.
“Aku pulang ma.” Ucap Angga
seraya berjalan kekamarnya.
“Iya sayang, ganti pakaian
dan cepet makan siang ya, mama dan papa masih mau kekantor lagi.” Suara mama
Angga terdengar menjauh, mungkin mereka sudah meninggalkan Angga
sendirian dirumah, itu yang
mereka lakukan setiap hari.
Angga tidur diranjangnya,
matanya sayu menahan kantuk. Ia sedang memikirkaan Siwi teman sebangkunya yang
baru ia kenal. Matanya menyipit, bibirmya memebentuk setengah lingkaran. Ia
tersenyum memikirkan Siwi.
--------------------------------------------------
Suasana kelas hening, Angga
masih duduk dibangkunya saat kelas masih sangat sepi. Matanya tertuju kepada
buku yang ia pegang.
“Hai ngga” Ucapku
menyapanya.
“Hai, tumben lo berangkat
pagi.”
“Yaaa, gue ngantuk banget
ini karena bangun kepagian.” Jawab gue
Dikelas waktu semua siswa
sedang serius mendengarkan penjelasan guru, sementara mata gue udah berat
banget nahan kantuk yang melanda. Gue pangguhkan tangan didagu. Dan gue
tertidur.
Rasanya gak nyaman tidur
sambil duduk, tapi itu lebih baik dari pada gue harus menahan ngantuk selama
dua jam.
“Siwi bangun! Apa-apaan sih
lo ini tidur dikelas.”
“Gue ngantuk banget Ngga.
Plis jangan ganggu gue tidur”
“Gak bisa, gue gak bisa
diemin lo tiur disamping gue. Gue gak suka!” ucapan Angga meninggi.
“Yaa apasih masalahnya
Ngga?! Gue gak ganggu lo kan?’
“Jangan tidur dikelas!”
“Kenapa sih Ngga lo selalu
ngebentak gue? Kenapa sih lo milih duduk sama gue?
Kenapa sih Ngga lo ini selalu ngurusin urusan
gue?!”
“Gue gak suka lo tidur
dikelas!” Angga berteriak, wajahnya merah padam seperti hendak menerkam
mangsanya. Gue beranjak dari kursi dan pergi ketoilet.
Sepanjang jalan menuju
toilet gue menahan tangis karena Angga.
Kenapa dia selalu membentak gue? Kenapa dia selalu berubah-ubah. Gue
benci Angga!
Gue mengurung diri dengan
duduk di toilet selama satu jam sampai pelajaran berakhir, mata gue sembab
menangisi Angga yang selalu aja membentak gue. Gue gak tahu kenapa Angga begitu
kasar, tapi di lain sisi terkadang ia begitu lembut dengan gue. Angga membuat
perasaan gue bercampur aduk. Setelah jam pulang menjerit dari office.
Gue berjalan menuju gerbang,
kulihat Angga berdiri disana dengan wajah cemas ia melihat kekanan kiri, gue
gak tahu apa yang dicarinya dan gue gak mau perduli lagi dengannya. Saat gue
masih memandangi Angga, matanya menangkap keberadaan gue, ia langsung berlari
kearahku.
“Lo kemana ajasih wi? Gue
minta maaf sama lo.” Ucap Angga dengan muka penuh kekhawatiran. Matanya merah
hampir menangis.
“ini bukan salah lo Ngga,
mulai sekarang gue minta lo jangan urusin urusan gue lagi. Gue mau pulang
sekarang.” Jawab gue, gue mulai menjauhi Angga.
Semenjak hari itu gue dan
Angga mulai berjauhan, gue sama sekali gak pernah sekalipun menegur Angga.
Didalam kelas gue hanya diam dan hanya terkadang Angga ngajak gue ngobrol
sekedar bertanya keadaan, namun gue gak mau menjawab.
--------------------------------------------------
Ujian Akhir tiba.
Gue masih memilin-milin
rambut gue, gue gelisah memikirkan ujian kenaikan yang sebentar lagi datang.
Disaat gue sedang memikirkan ujian, wajah Angga terselip dibenak gue. Gue udah
mulai terbiasa dengan keadaan gue yang semakin kesini semakin gak karuan. Ntah
ini syndrome apa namanya, gue selalu
malas melakukan hal-hal lain selain tidur.
gue melihat kearah jam,
sudah terlalu larut malam sekarang. Gue terlelap.
--------------------------------------------------
Hari ini hari selasa, hari
dimana gue harus nemuin mata pelajaran yang gak banget. Yaah, yang paling
penting adalah gue harus ketemu Angga lagi dan diem-dieman lagi. Semenjak
kejadian tidur dikelas yang membuat gue dan Angga menjadi sedikit canggung
untuk berbicara satu sama lain, entah lah, mungkin Angga sakit hati dan gakmau
bicara lagi dengan gue, tapi gue rasa itu lebih baik daripada gue harus ngomong
dan berdebat dengan dia terus menerus.
Sekarang Angga gak pernah
berbicara banyak lagi, mungkin hanya sekedar bertanya pelajaran dan itu hanya
terjadi setiap pagi dalam satu hari. Ahh, sudahlah bukan waktunya untuk menggalaukan
Angga yang aneh itu, lebih baik gue mulai konsentrasi pada ujian akhir semester
ini
“Gue kurusan deh kayaknya.”
Ucap gue dihadapan cermin sambil membelai pipiku, sekarang ada beberapa jerawat
nempel disini, dan hal yang paling keliatan adalah berat badan gue turun, entah
kenapa.
--------------------------------------------------
Gue berjalan menuju kelas, gue menunduk menutupi wajah. Tiba-tiba...
“Aduhhh!” Gue terjatuh.
“Sorry, sorry wi gue gak sengaja.”
“Pagi-pagi udah buat gu.....” sekarang gue sedang berhadapan begitu dekat
dengan Angga, orang yang barusan saja menabrak gue, matanya berbicara seakan
menyesal udah nabrak gue, mungkin hanya sekedar rasa bersalah.
“Oh, elo Ngga, gue kira siapa. Iya gapapa, yaudah gue kekelas duluan ya.”
Lanjutku.
“Bareng wi!”.
Jam kosong merupakan kesempatan besar buat murid lain menggaduhi kelas, gue
cuma manut dan menopang dagu ditangan, sedikit pusing mendengar kebisingan
dikelas ini. Tiba-tiba tersirat Angga dipikiran gue, memikirkan sepasang mata
yang Angga miliki, matanya tidak terlalu besar dan baru aku sadari bahwa Angga
itu memiliki dua bola mata coklat yang indah, mata yang selalu menatapku dengan
tajam. Angga, kenapa dia selalu ada dipikiran gue?
“Nih.” Suara Angga lagi-lagi memecahkan lamunan gue. Gue lihat dia
menyodorkan buku.
“Apaan nih Ngga?.” Tanya gue.
“Ini buku catatan gue selama satu semester ini, udah gue copiin buat lo.”
“Ha? Buat apa Ngga? Gue juga punya catetan kok.”
“Gue tahu lo gak pernah nyatet, udah terima aja. Ini juga sebagai permintaan maaf gue buat lo soal tadi pagi.”
“Gue tahu lo gak pernah nyatet, udah terima aja. Ini juga sebagai permintaan maaf gue buat lo soal tadi pagi.”
“Oke thank’s Ngga.” Jawab gue, Angga tersenyum matanya
menyipit.
--------------------------------------------------
Malam tepat sehari sebelum hari ujian tiba, gue masih
tiduran dikasur sambil menatap langit kamar. Gue gak ingin memikirkan hal lain
selain ujian, tiba-tiba gue teringat akan buku catatan yang Angga berikan tadi
siang.
Sebuah buku berwarna hijau, tertulis nama gue lengkap disampulnya. Ini
lucu.
Gue mulai membuka halaman pertama, tertulis “Untuk Siwi, temen gue yg paling males. Semoga ujian lo lancar, gue
harap ini bisa ngebantu elo J -Angga-“. Gue
tersenyum, malam ini Angga terasa sangat dekat dengan gue. Gue rasa Angga, hmm
mungkin gue mulai menyukainya. Bukan hal aneh jika gue menyukai Angga, dia
laki-laki yang sangat lumayan bahkan tampan menurut banyak gadis disekolah gue.
Dan yang paling buat gue tersenyum adalah, gue mulai belajar, karena Angga.
Pagi ini ujian.
“Oke, gue siap! Fighting buat hari ini!”. Ucap gue seraya mengancingkang kancing
seragam sekolah gue. Jam sudah menunjukkan pukul 06.00, waktunya berangkat.
Tepat pukul setengah tujuh gue tiba disekolah, sekolah masih sepi dan gue
rasa gue kepagian dateng. Gue terlalu bersemengat buat ujian, mungkin jika buku
catatan yang gue punya sekarang bukan dari Angga, udah gue tarok-tarok aja kali
di rak buku kamar gue.
Langkah kaki gue terdengar menggema, gue masuk kelas dan bener dugaan gue,
cuma ada Angga didalem kelas.
“Pagi Wi.” Sapa Angga, Ia hari ini memakai kacamata, tidak terlihat seperti
biasanya. Ia terlihat begitu menawan, menurut gue.
“Pagi Ngga, makasih ya buat bukunya. Gue baca kok semalem.”
“Iya kalo elo gak baca berarti elo gak menghargai gue.” Jawab Angga cuek,
lagi-lagi dia mengeluarkan sifat menyebalkannya. Gue milih gak jawab omongan
Angga, daripada mood gue hancur
karena berdebat dengannya.
Gue menaruh tas tepat disamping Angga, gue mulai membaca lagi buku yang
Angga beri. Angga menoleh kearah gue kemudian kembali menatap bukunya, gue tahu
dia tersenyum walalupun dia berusaha buat nutupin itu dari gue. Gue merasa
lega, untuk kali ini gue gak ngecewain dia.
“Wi, gue mau tanya sesuatu?” Angga membuka obrolan lagi.
“Apaan Ngga?”
“Elo, elo pasti benci ya dengan gue?”
Pertanyaan Angga membuatku menoleh kepadanya, mata coklatnya menatapku
dalam.
“Gue gak benci elo Ngga, cuma gue ngerasa elo terlalu ngurusin gue. Itu
aja.”
“Elo pernah bilang kalo gue aneh, elo bilang elo benci gue.”
“Elo percaya omongan gue? Elo percaya omongan orang yang lagi emosi?” Jawab
gue sambil tersenyum, kali ini gue ngerasa gue harus berdebat dengan Angga,
tanpa emosi.
“Gue cuma gakmau elo...”
Tiba-tiba seseorang anak memasuki kelas, membuat Angga menghentikan
omongannya, gue hanya diam dan ngerti maksud Angga kalo obrolan ini harus udah
diakhiri dan gak perlu diketahui orang lain.
Semua anak udah berkumpul dikelas, mereka terlihat was-was dan cemas untuk
menghadapi ujian, gue salah satunya sekalipun gue udah belajar semalaman tapi
yang namanya orang mau ujian pasti deg-degan. Ujian dimulai gue mulai menjawab
pertanyaan satu persatu walaupun gue gak yakin ini benar, tapi gue berusaha dan
niat gue adalah gue pengen Angga ngeliat nanti kalo usaha dia udah buatin gue
catatan gak akan sia-sia.
--------------------------------------------------
Semua anak berhamburan
keluar, terlihat wajah lega diwajah mereka. Ujian udah selesai tinggal menunggu
hasilnya nanti. Gue membereskan tas gue, ketika gue mau keluar kelas Angga
menarik tangan gue .
“Wi?” Tanya Angga.
“Kenapa Ngga?”
“Pulang bareng ya? Gue
janji gue gak bakal nyuekin lo kayak dulu pas pertama kita pulang bareng.”
“Masalah itu udah gue
lupain kok, Ngga.”
Gue dan Angga berjalan
seiringan keluar gerbang sekolah, selama diperjalanan Angga terdiam, gue inget
tadi dia bilang gak mau nyuekin gue, tapi emang Angga gak bisa ditebak.
“Wi, yang tadi pagi.” Angga
akhirnya membuka mulutnya.
“Kenapa tadi Ngga?” Ucap
gue sambil melirik kearah Angga.
“Elo risih ya karena gue
terlalu ngurusin elo?”
“Hmm, iyaa Ngga, mungkin
karena dari awal masuk kelas itu gue gak punya temen duduk jadi ya gue selalu
ngerasa sendiri, dan pas begitu duduk dengan elo, gue ngerasa elo terlalu
ngurusin gue.”
“Apa cara gue salah ya,
Wi?”
“Cara apa Ngga?”
“Gue Cuma pengen elo tau,
kalo gue ini perhatian dengan elo. Tapi mungkin emang cara dan sifat gue yang
salah, gue bukan orang yang lembut Wi. Gue ngerasa kok”
Omongan Angga kali ini
benar-benar lain dari biasanya, dia membuat gue ternganga dan gak bisa mengerti
maksud dari perkataannya. Tentang dia ingin gue ngerti kalo dia perhatian
dengan gue, kalimat ini benar membuat otak gue harus bekerja keras untuk
mencernanya.
“Maksudnya Ngga?”
“Nanti pasti elo ngerti maksudnya,
gue duluan ya Wi, elo naik bus aja rumah gue sebentar lagi nyampe.”
“Yaudah deh Ngga, sampai
ketemu selesai liburan nanti ya.” Jawab gue tersenyum.
Angga membalas senyum gue,
kaca matanya sedikit terangkat. Angga benar-benar tampan.
--------------------------------------------------
Liburan gue udah selesai,
kali ini gue gak merasa kalau gue menikmati liburan gue semester ini, gue cuma
diam dirumah dan menonton TV . Besok
hari pertama sekolah dan gue udah kelas dua belas, hampir sebulan gue gak berkomunikasi
dengan Angga, sekali rasanya ingin menghubungi Angga, tapi gue baru inget gue
gak pernah bertukar nomor handphone dengannya, gue gak tahu akun media
sosialnya, yang gue tunggu cuma liburan berakhir, itu saja.
Gue melambaikan tangan
kepada ayah, langkah gue sedikit cepat gue terlalu bersemangat buat masuk
sekolah hari ini, gue teringat Angga.
Gue menerobos gerombolan
anak yang ingin mengetahui peringkat mereka, gue lihat nama gue masuk urutan
lima puluh besar walaupun nama gue berada diurutan ke-43, buat pertama kalinya
gue masuk urutan lima puluh besar, dan gue lihat nama Angga ada di posisi 28
jauh banget dengan gue, tapi gak masalah seenggaknya kalau nanti Angga melihat
pengumuman ini dia pasti tahu kalo gue berusaha mati-matian buat ujian kemarin.
Gue masih menunggu Angga dikantin, tiba-tiba
seseorang memberikan sepucuk surat ke gue.
“Dari siapa nih?” Tanya gue
bingung.
“Dari Angga sih katanya,
tadi dia nyariin elo didepan kayaknya dia lagi terburu-buru banget deh.”
“Angga? Thank’s ya udah ngasihin
ini ke gue.” Jawab gue, kemudian gue bergegas mencari Angga, gue berharap dia
masih ada disekolah ini atau belum jauh dari ini. Gue berlari menyusuri seluruh
koridor sekolah, bahkan gue menyusuri sampai di perempatan jalan menuju sekolah,
tapi usaha gue sia-sia gue gak menemukan Angga disana. Gue membuka surat
pemberian dari Angga, disitu tertulis,
Untuk temen gue yang hobi nangis, Siwi J
Gue ngerasa marah banget dengan orang tua gue waktu gue tahu gue bakal
pindah kekota lain lagi, bukan karena gue bosen pindah, tapi karena gue harus
jauh dari elo. Gue gak ngerti apa pekerjaan orang tua gue sampe gue harus jadi
korban dari mutasi kerja mereka.
Wi.. Dari semenjak kita duduk sebangku gue ngerasa gue memilih orang yang
tepat buat jadi partner belajar, tapi elo jauh dari perkiraan gue, elo tukang
tidur dikelas dan elo langganan bolos dan prestasi elo juga gak bagus. Itu yang
buat gue pengen ngerubah elo , tapi semakin hari gue ngerasa ada yang beda
didiri gue, gue tersenyum saat gue ngeliat elo tidur dikelas. Semenjak itu gue
yakin, kalo gue sayang dengan elo.
Mungkin cara gue terlalu keras wi, gue cuma pengen elo lebih baik dan saat
gue bener-bener ngerasa lo udah berubah dan perasaan gue semakin dalam, gue
harus nerima kenyataan mutasi kerja orang tua gue. Gue gak berharep elo tahu
gue nangis saat nulis surat ini, tapi hati gue rasanya sakit ninggalin elo wi.
Gue gak mau kelihatan cengeng didepan elo. Gue benar-benar sayang dengan elo
Wi, untuk pertama kalinya gue jatuh cinta dan untuk pertama kalinya juga gue
harus jauh dari orang yang gue sayang.
Maaf Wi kalau gue cuma bisa pamitan lewat surat, gue harep kita bisa ketemu
lagi nanti, atau gue yang bakal datengin elo, gue janji Wi. Jangan males
belajar Wi, gue sayang elo.
-Angga-
Gue lesu, air mata gue gak
ada hentinya menetes membaca surat dari Angga, selama ini kenapa gue gak
menangkap maksud Angga, betapa bodohnya gue menyia-nyiakan waktu dulu saat gue
masih bisa bersama Angga.
“Siwi bodoh!” gue memukul
kepala gue sendiri, gue memeluk erat surat dari Angga, gue gak tahu sekarang
dia dimana dan gue harap gue masih punya kesempatan kedua untuk bersama Angga,
dan jika waktu itu tiba, gue berjanji gak akan mengulang kebodohan yang sedang
aku lakukan sekarang.
Buat Angga, yang selalu
jadi semangat gue. Gue bodoh memungkiri kalau gue sayang dengan elo, dan
sekarang gue ngerasa menyesal tapi gue tahu itu gak ada guna, gue bakal turutin
kemauan elo, gue buktiin gue gak bakal lagi jadi Siwi yang langganan telat dan
bolos, supaya nanti saat elo dateng dan gue bisa ngeliat elo tersenyum karena
elo udah berhasil merubah gue. Terima Kasih, Ngga. Selamat berjumpa lagi,
nanti.